Dalam pikiran kita semua. Ia bagaikan asap. Bisa datang. Bisa lenyap dalam sekejap tanpa terasa.
EKSEKUTIF.com— Tidak lama lagi uang akan hilang. Bukan hilang dalam arti kecopetan atau lainnya. Ia benar-benar hilang dalam arti sesungguhnya.
Tak dapat dilihat, diraba, dan ditrawang. Seperti pesan iklan bank sentral yang terkenal itu. Pesan pencegahan menghadapi uang palsu itu.
Uang yang semula berujud fisik, berubah jadi barang gaib. Uang kertas dan logam telah berubah menjadi data. Uang digital.
Ia nyata. Namun, hanya ada di alam persepsi.
Dalam pikiran kita semua. Ia bagaikan asap. Bisa datang. Bisa lenyap dalam sekejap tanpa terasa.
Karena itu, si uang data ini tak lagi bisa disimpan di dompet. Di saku. Di bawah bantal. Di amplop.
Suami-suami yang sering menyimpan uang ekstra di luar gajinya itu, tak bisa lagi menyembunyikan di bawah karpet mobilnya. Sebab istrinya lebih “ganas” dari auditor atau inspektorat.
Uang digital itu, bersarang di media penyimpan data raksasa. Disebut server farm. Bukan lagi di dalam khasanah. Almari besi yang tak bisa ditembus peluru, bahkan bom itu. Seperti dalam film perampokan bank ‘How to Rob A Bank’ itu.
Dari server farm itu ia bisa berpindah ke manapun. Melalui awan di langit. Lewat perantara jaringan internet. Lalu, singgah di Ponsel Anda berupa: Gopay, OVO, Tcash, Alipay, PayTren, dll.
Ia juga mampir di kartu belanja. Kartu tol. Kartu kereta. Dan kartu-kartu entah apa lagi. Media-media ini disebut sebagai fintech.
Dalam ilmu komputasi. Proses perpindahan data itu disebut sebagai transaksi data. Adapun data-data yang tersimpan itu disebut database.
Sedangkan proses menyimpan, memindahkan, serta mengolahnya disebut data processing. Disebut juga data manipulation. Ya, manipulasi data.
Anda jangan kaget.
Itu pengertian jamak bagi orang-orang komputer. Jangan disamakan dengan pemahaman umum manipulasi data yang berkonotasi jahat.
Anda jadi bertanya. Ketika uang yang masih berbentuk kertas saja sering beredar palsu, bagaimana dengan uang data?
Coba pahami dengan pengalaman Anda sehari-hari. Biasanya perempuan dan emak-emak paling paham soal ini.
Saya termasuk pembelanja pulsa. Tukang nelpon. Karena hampir 90 persen pekerjaan saya mengandalkan Ponsel. Kantor saya pun sudah berpindah ke handphone.
Bahkan, rapat-rapat saya lakukan melalui telpon sambil di jalan. Saya biasa menelpon kepada dua atau tiga orang berbeda secara bersamaan untuk membahas proyek.
Itu diantara cara saya rapat dengan tim. Tanpa tatap muka.
Bahkan, saya sering buat aturan begitu. Di beberapa sesi rapat konsultasi dengan klien-klien itu. Anehnya mereka suka.
Padahal, satu-satunya alasan saya: malas datang ke kantor mereka wk wk wk..
Akibat dari aktivitas itu pembelian pulsa saya melonjak. Sering isi ulang. Lalu operator memberikan reward sekian poin. Poin itu bisa buat bayar makan di restoran, nonton bioskop, hotel, dll.
Bagaimana mungkin, uang yang sudah habis dibelanjakan pulsa malah jadi bertambah nilainya berupa poin?
Praktik itulah, yang disebut sebagai transaksi data. Ia bisa diubah dengan hitungan-hitungan tertentu.
Karena tidak ada keharusan lagi menunjukkan transaksi uang fisik. Maka apa susahnya menulis angka baru.
Itu artinya si pemilik fintech bisa menciptakan data baru. Menuliskan nominal baru.
Jelasnya: uang baru!
Kejadian itu, dipahami awam sebagai diskon. Sebagai bonus loyalitas Anda kepada operator selular.
Mungkin Anda jadi tergelitik. Kembali kepada pertanyaan di atas.
Jika uang kertas bisa dipalsukan, berarti jumlah angka nol uang data bisa diubah doong?