EKSEKUTIF.COM, JAKARTA – Teknologi informasi ini tidak berhenti waktu, selalu berjalan dan sifat perkembangannya cepat.
Setiap hari ada inovasi percepatan yang kita dapat olah dan sebenarnya bisa diaplikasikan.
Karena pada dasarnya teknologi Itu adalah sebuah temuan yang memberikan kemudahan pada kegiatan sehari-hari.
Contoh misalkan kita harusnya bisa bertemu langsung untuk tatap muka karena ada pandemi.
Jadi, virtual meeting itu membantu kita dalam kegiatan sehari-hari, mulai efisiensi waktu, efisiensi tenaga dan lain sebagainya.
Mahabatis Shiba, Relawan TIK Kota Cirebon menyebut, potensinya hanya ada dua, jika kita tidak mengikuti perkembangan teknologi, kita akan tergerus oleh zaman akan mati di situ.
Kedua adalah ketertinggalan ini sifatnya bagi yang masih mengikuti teknologi tapi tidak upgrade, mengikuti secara pasif.
Hanya tahu tapi tetapi tidak ingin mencoba, itu akan membuat seseorang tertinggal.
Ada banyak untuk digital skill mulai entry-level seperti berkomunikasi baik dengan email. Kita semua bisa komunikasi melalui sosial media atau chat email.
Namun email menjadi suatu hal yang jarang dibuka, tetapi saat ini semuanya harus menggunakan email.
Mau tidak mau harus mulai terbiasa karena email menjadi tools yang bisa menyimpan semua kegiatan yang sifatnya butuh konfirmasi atau validasi dari identify kita.
“Email tidak cuma Gmail ada banyak lagi jenisnya ada protonmail dan lain sebagainya. Tergantung selera penggunaan,” ungkapnya dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (02/12/2021).
Kemudian mampu meneliti informasi secara online, dulu mungkin jika ingin riset kita harus datang langsung. Tetapi karena pandemi kita dipaksa untuk adaptasi bisakah melakukan riset melalui online.
Apa yang harus dilakukan, apakah kita harus punya skill tertentu yang kita bisa gunakan untuk mendapatkan bahan atau informasi yang tepat sasaran dan legal sumbernya.
Lalu penting juga menggunakan alat kolaborasi, kalau di sini saya cantumkan alat kolaborasi yang berbasis cloud.
Mahabatis menjelaskan, jika dulu kita melakukan pertukaran dokumen atau file itu harus disalin ke perangkat keras seperti flashdisk, hardisk atau CD, sekarang sudah bisa tersimpan di Cloud, semuanya bisa mengakses.
Ini yang dimaksud kita dapat berkolaborasi satu sama lain. Membuat dan mengolah dokumen online dulu tidak dapat mengoreksi secara cepat.
“Sekarang, malah sudah, jika saya bilang masih ada dosen atau mahasiswa yang masih harus fotokopi lalu ketika salah dicoret kemudian. Akan banyak kertas yang terbuang, mencemari lingkungan juga,” papar Mahabatis Shiba.
“Ini menjadi salah satu solusi baik menurut saya untuk kita bisa misal mengubah sistem di dunia pendidikan” masih kata Mahabatis Shiba
“Pendidik dan murid dapat sama-sama mengoreksi tugas akhir, sama-sama bisa menambahkan, membagi tugas melalui dokumen online ini lebih ringkas,” ungkapnya.
Selain itu, skill digital lainnya, bagaimana kita harus mampu berpikir kritis. Misalnya, kita ingin membuat konten-konten atau content creator harus dapat berpikir kritis.
Apa yang terjadi ketika kita tidak bisa berpikir kritis, hasilnya hanyalah konten biasa. Hanya intervensi-intervensi kadang tidak menghibur hanya konten kosong belaka.
Buat konten positif caranya dengan berpikir kritis melakukan riset kecil apa yang sedang diminati oleh pemirsa atau konsumen media sosial pada saat ini.
Kemudian skill lainnya cerdas melakukan komunikasi tidak hanya sekadar mengobrol. Komunikasi itu juga ada skill khusus, bagaimana kita bisa menjadi pendengar yang baik, bagaimana kita bisa negosiasi, berunding juga mengambil keputusan dan ide.
Ketiga adalah kreativitas, kalau misalnya hal tersebut hanya menjadi konsep kita dapat aplikasikan action untuk mengkreasikan ide atau gagasan kita.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Siberkreasi.
Webinar wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat, Kamis (02/12/2021) juga menghadirkan pembicara, Stelita Marsha (Staf Ahli Kemendikbud), dr. Frendy Winardi (Founder Royals Rejuvia), Eko Prasetyo (Co-founder Syburst), dan Deya Oktarissa sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital.
Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.