Aturan Hukum Tegas di Ruang Digital

Gambar: https://infojateng.id/

EKSEKUTIF.COM, JAKARTA – Untuk mengatur kehidupan di ruang Maya, Indonesia memiliki hukum yang tegas yakni Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE).

Sehingga, banyak masyarakat yang terjerat kebanyakan masyarakat awam yang tidak tahu apa yang dilakukannya di ruang digital akan menjadi masalah.

Pastinya itu unsur ketidaksengajaan sebab tidak tahu. Namun, tidak akan menjadi pembelaan, hukum harus terus berjalan. Oleh karenanya maka sosialisasi mengenai UU ITE ini sangat penting.

Encep Herirulloh, relawan TIK bidang Humas Kabupaten Bandung menjelaskan, menurut statistik menyebutkan kasus di dunia digital ini memang luar biasa, diambil dari Katadata. Pejabat publik paling banyak melaporkan kasus pidana.

“Karena mereka tahu adanya UU ITE akhirnya mereka melaporkan sesuatu yang dianggap merugikan. Kalangan profesi juga karena lebih melek informasi dan peraturan di negara kita,” kata Encep.

Selain itu, masyarakat yang melaporkan menggunakan UU ITE yakni pengusaha, tentu mereka tidak ingin nama dia dan usahanya tercoreng.

“Selebihnya masyarakat biasa yang mungkin dibantu oleh LBH,” jelasnya saat mengisi webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (01/12/2021) pagi.

Laporan kejahatan siber semakin bertambah di masa pandemi, mungkin karena masyarakat kebanyakan di rumah, secara otomatis yang dipegangnya handphone untuk berselancar dan minim kegiatan lain.

Apakah itu transaksi online ataupun memang iseng-iseng mereka berpendapat, berkomentar, membuat konten dan sebagainya ini dengan asal. Sehingga banyak yang terjerat yang paling banyak dilaporkan ke polisi adalah informasi hoaks dan kegiatan memprovokasi.

Kenapa bisa demikian?

Karena masyarakat seakan dipaksa untuk beraktivitas menggunakan media digital. Mereka kurang bekal, maka Encep mengapresiasi KemenKominfo dan Siberkreasi yang bahu membahu melakukan literasi digital untuk masyarakat Indonesia.

Historis UU ITE pada saat disahkan tahun 2008 menuai begitu banyak pro dan kontra. Karena tidak tahu jelas maka ada perdebatan yang mengharuskan adanya perubahan UU ITE.

“UU atau aturan seperti memaksa, akhirnya pada saat aturan itu dipaksakan masyarakat mau tidak mau harus mengikuti karena sifat negara itu yang juga tugasnya mengatur warganya. Perdebatan akhirnya berujung akhirnya tahun 2016 itu ada perubahan tentang UU ITE,” jelasnya.

Bukan hanya masyarakat awam yang tersandung UU ITE namun sejumlah artis juga seperti Ariel ‘Noah’ yang terjerat kasus penyebaran informasi bermuatan asusila dalam pasal 27.

Selanjutnya, Ahmad Dhani terkena kasus saat menjadi salah satu pendukung calon presiden dan pasangannya. Dia dianggap menebar ujaran kebencian melanggar Pasal 27 ayat 3 dan masih banyak yang lain.

Permasalahan antara yang tahu dan tidak tahu tentang pasal UU ITE ini ada pasal-pasal karet yang memang terkategorikan.

Memang bagian yang banyak korbannya menurut Safenet, ada 9 pasal yang terkategorikan pasal karet yang menimbulkan dampak sosial yakni pasal 26 ayat 1 tentang pengawasan informasi tidak relevan.

Secara ketatanegaraan demokrasi Indonesia adalah Pancasila bukan demokrasi yang utuh bebas sebebas-bebasnya, apalagi bebas tanpa batas.

Tetapi bebas ada batasan Pancasila, kalau tidak ada sensor terhadap suatu postingan atau konten mungkin banyak sekali yang akan menjadi korban.

Selanjutnya pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian seperti yang menjerat Ahmad Dhani. Dia memang terkategorikan orang bervokal atau frontal.

Jadi, dia jujur apa yang memang dia rasa tidak baik, dia akan katakan tidak baik. Sayangnya pernyataan frontalnya ini membawa Dhani ke penjara.

Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Siberkreasi.

Webinar wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (01/12/2021) pagi juga menghadirkan pembicara, Andi Astrid Kaulika (Kreatif Digital), Stelita Marsha (Staf Ahli Kemendikbud), Bowo Suhardjo (Konsultan Keuangan), dan Marcella Vionita sebagai Key Opinion Leader.

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital.

Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.

Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.