Mengoptimalisasi Kearifan Lokal Permukiman di Indonesia Untuk Tangguh

Oleh: Reza Prama Arviandi, Direktorat SSPIP, Ditjen Cipta Karya JFTBP

  • EKSEKUTIF.com  — Mengoptimalisasi Kearifan Lokal Permukiman di Indonesia Untuk Tangguh dan Cerdas Menghadapi Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 menghajar berbagai sektor kehidupan serta berdampak secara negatif dan masif, tidak terkecuali bagi masyarakat Indonesia.

Dua dari banyak sektor yang paling terkena dampak dari pandemi Covid-19 adalah ekonomi dan pendidikan.

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada kuartal kedua 2020 sampai harus turun -5,32%.

Di proses pembelajaran di Indonesia sampai harus berhenti dari Maret 2020 sampai akhir 2021.

Sumber penularan terbesar Covid-19 berada di lingkungan tertutup seperti bangunan rumah, sekolah, atau permukiman warga.

Kejadian di sektor ekonomi dan pendidikan tersebut memberi bukti besar, bahwa Covid-19 memberikan dampak yang sangat destruktif di Indonesia.

Dalam usaha mengurangi beban negara dan untuk mencegah dampak Covid- 9 semakin parah, negara terus mendorong banyak keterlibatan masyarakat.

Salah satu pendekatan yang dapat menjadi alternatif yaitu pendekatan budaya melalui kearifan lokal.

Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti mengungkapkan bahwa kearifan lokal cukup efektif dalam mengatasi masalah sosial.

Setiap kelompok masyarakat yang memiliki budaya akan memiliki nilai, kepercayaan, cara hidup, dan cara berperilaku yang terbukti dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapi.

Dalam konteks kearifan lokal pada permukiman di Indonesia, kita mempunyai beberapa contoh sukses dalam menghadapi pandemi.

Kearifan lokal bersumber pada nilai, norma, dan pola kebiasaan yang hadir di masyarakat.

Pertama, kearifan lokal masyarakat Urug di Bogor menggunakan bangunan penyimpan makanan untuk mengamankan kebutuhan pangan.

Hal ini menjadikan mereka tangguh menghadapi risiko kelaparan saat pandemi.

Kedua, masyarakat Bugis dan Bali mendesain rumah yang mendorong keberadaan ruang tamu berada di lantai pertama dan ruang keluarga berada di lantai kedua.

Di Bali, dikenal dengan istilah Dewanata Nawa Sanga atau pemisahan berdasarkan arah mata angin.

Sehingga, persebaran Covid-19 dapat diminimalisir karena adanya pemisahan ruang masuk orang dari luar.

Ketiga, masyarakat Jawa mempunyai kearifan lokal dengan memiliki tempat mencuci tangan di depan rumah yang dinamakan dengan Padasan.

Setiap rumah memiliki gentong air yang diletakkan di depan rumah. Gentong ini berasal dari tanah liat berisi air bersih untuk membersihkan tangan, kaki, dan badan sebelum masuk ke dalam rumah.

Keempat, masyarakat Topo Uma di Sulawesi Tengah memiliki rumah kebun yang bisa menjadi tempat untuk mengasingkan diri apabila terkena penyakit aneh sambil  menjalankan kegiatan berkebun.

Rumah kebun memiliki tempat mengumpullkan bahan pangan dan jauh dari rumah warga adat lainnya.

Kelima, masyarakat Boti di NTT dan Baduy di Banten yang memiliki kepemimpinan sosial dan ketahanan pangan kuat membuat kebijakan adat untuk menutup rumah selama terjadi pandemi untuk melindungi para warga adatnya.

Keberadaan kearifan lokal yang selaras dengan nilai, kepercayaan, cara hidup, sampai cara berperilaku masyarakat mampu mendongkrak kapasitas hidup orang untuk tangguh menghadapi kejadian pandemi seperti Covid-19.

Kearifan lokal menggunakan beberapa strategi bertahan hidup dengan bergantung pada modal alam secara optimal untuk mengatasi gangguan hidup.

Pengetahuan lokal yang bersemi, menjadi kearifan lokal mampu melestarikan pekerjaan sektor pertanian sebagai garda terdepan untuk mendapat pangan sebagai usaha bertahan hidup.

Kearifan lokal perlu dioptimalisi dan terus digali untuk menjadi alternatif dalam usaha bertahan hidup apabila terjadi pandemi di masa depan.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.