Ini Alasan Pengguna Medsos Kurang Sopan

Gambar: https://tekno.kompas.com/

EKSEKUTIF.COM, JAKARTA – Masyarakat Indonesia cenderung memanfaatkan internet untuk mengakses media sosial.

Di dalamnya, pengguna banyak berinteraksi, menambah wawasan, promosi bisnis, dan lainnya. Namun, tidak selalu masyarakat paham menggunakan internet dengan sehat.

Seringkali kita lihat konten dengan muatan cyberbullying, hoaks, provokasi, hingga ujaran kebencian berlalu-lalang di timeline media sosial.

Dila Karinta, Enterprise Consultant menjelaskan bahwa keadaan tersebut bisa berdampak pada kehidupan kita di dunia nyata. Terlalu sering mengonsumsi konten negatif membuat kita mudah marah, depresi, cemas, kurang motivasi, kesepian, bahkan pola makan yang berubah sehingga mengganggu kesehatan.

“Kalau orang-orang mengalami hal-hal negatif, maka aura negatifnya juga keluar lebih banyak lagi. Karena kita maunya membagikan apapun yang kita rasakan baik positif atau negatif di media sosial,” jelasnya dalam Webinar Literasi DIgital di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (25/11/2021).

Orang menjadi lebih tidak sopan di internet dan mudah menyebarkan konten negatif didasari oleh beberapa alasan. Di antaranya:

  1. Anonimitas

Diperbolehkannya anonimitas di ruang digital membuat seseorang lebih merasa ‘bebas’ untuk berekspresi tanpa aturan.

  1. Tidak terlihat

Tidak memunculkan fisik kita secara langsung saat berbicara atau berinteraksi di ruang digital membuat kita cenderung tidak peduli. Karenanya, kita jadi tidak memikirkan apakah sesuatu yang diutarakan itu baik atau tidak.

  1. Asinkronitas

Ketika kita memberikan komentar di media sosial, balasan tidak diterima secara laingsung dan merasa tidak berpengaruh apabila memberikan komentar negatif. Jadi, sebagian orang tidak akan menghiraukan balasan komentar orang lain atas komentar negatif yang terlebih dahulu ditulis.

  1. Solipsistic Introjection

Ketika kita membaca komentar di media sosial, kita bisa memasukkan sendiri dialog dan nada bicara dalam alam bawah sadar. Hal ini bisa jadi bahaya karena apapun yang kita baca di media sosial mengikuti kondisi emosi kita saat itu.

  1. Imajinasi Disosiatif

Jati diri atau citra kita di dunia digital itu adalah image yang bukan diri sendiri. Biasanya, hal ini berhubungan dengan orang-orang yang suka berkomentar seenaknya di ruang digital.

  1. Minim status dan kekuasaan

Seseorang tidak terasa memiliki status dan kekuasaan yang tinggi. Sehingga orang berkomunikasi lebih kasual bahkan erkadang terkesan kurang sopan.

“Ingat bahwa dunia maya berdampak pada dunia nyata dan ada jejak digital yang tersimpan,” imbaunya.

Dari hal-hal negatif tadi, kita bisa mulai menerapkan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai sebuah kontrol sebelum berinteraksi di media sosial.

Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi.

Webinar wilayah  Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (25/11/2021) juga menghadirkan pembicara, Sandy Natalia (Co-Founder of Beauty Cabin), Cyntia Jasmine (Founder GIFU), Ana Agustin (Managing Partner Indonesia Global Lawfirm), dan Nyimas Indriana (KOL).

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia.

Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama.

Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.