EKSEKUTIF.COM, JAKARTA – Tidak dapat dipungkiri di balik dunia internet yang sangat menjanjikan dan memudahkan kehidupan masyarakat.
Para pengguna digital juga terlena saat menggunakan media sosial seperti tidak ada aturan dan berbuat sesuka hati mereka. Sehingga yang terjadi banyak kehadiran konten negatif.
Beberapa pengguna media sosial juga banyak yang secara sadar menciptakan konten negatif dengan banyak motivasi.
Faktor ekonomi tentunya, mereka banyak yang mencari keuntungan dengan membuat berita bohong atau konten negatif lainnya.
Kemudian mencari kambing hitam, banyak memang di dunia media sosial orang-orang yang kurang berkenan terhadap orang lain.
Akhirnya mereka mencari kambing hitam terkadang terkait juga dengan politik, ingin menjatuhkan lawan politik
Faktor lain yaitu memecah belah persatuan ini masih sulit dibedakan dan dipahami oleh masyarakat awam.
Dalam bermedia sosial itu ada faktor-faktor yang bisa mendukung kita menggunakan media sosial.
“Maka jangan mudah terprovokasi, jangan mudah terkesan dengan melihat konten yang menarik tapi ternyata tujuannya memecah belah persatuan,” pesan Kiki Eriska, guru SMAN 7 Garut saat menjadi pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Jumat (03/12/2021).
Konten negatif pastinya melanggar aturan, Indonesia memiliki UU ITE dan ternyata sudah banyak sekali yang terjerat.
Mayoritas dari mereka yang dilaporkan tidak tahu adanya UU ITE. Sementara itu, yang melaporkan kebanyakan pejabat publik yang paham UU ini dan merasa perlu membersihkan nama mereka.
Masyarakat lain banyak melaporkan juga dari kalangan profesi dan pengusaha. Mereka dianggap sangat mengerti dan dapat menemukan celah untuk melaporkan.
Ternyata dari kasus-kasus digital dari 2017-2019 dan hingga sekarang mengalami peningkatan dari tiap tahun ke tahun.
Artinya di dalam bermedia sosial juga mengalami peningkatan tetapi tidak dibarengi tata cara yang baik. Kita hanya menggunakan media sosial begitu saja tanpa memperhatikan etika-etika bermedia sosial.
Ada beberapa contoh kasus di dalam pasal-pasal yang sering digunakan oleh orang-orang untuk menyerang orang lain begitu.
Misalkan melaporkan orang lain karena melanggar pasal 27 ayat 5 undang-undang ite yaitu tentang pencemaran nama baik.
Memang ini banyak digunakan, ketika ada pengguna media sosial merasa dihina, diserang secara online atau penyebaran informasi yang tidak benar.
“Itu bisa masuk kategori pencemaran nama baik sehingga banyak digunakan oleh orang-orang melapor,” jelasnya.
Kemudian, pasal 28 ayat 2 yaitu tentang kebencian, misalkan ada orang-orang yang dengan sengaja menyebarkan informasi tujuannya ingin menebarkan kebencian atau mengajak permusuhan itu dapat diadukan ke dalam pasal 28 ayat 2 tentang kebencian.
Terakhir kebanyakan adalah masalah pornografi yakni melanggar pasal 27 ayat 1 dan ayat 3 secara statistik ternyata banyak yang digunakan pasal-pasal tersebut untuk melaporkan sesama pengguna digital.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Siberkreasi.
Webinar wilayah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Jumat (03/12/2021) juga menghadirkan pembicara, Oryza Sativa (Psikolog), Lucia Palupi (Digital Music Content), Atib Taufik (Ketua MGMP Kota Depok), dan Deya Oktarissa sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital.
Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.