EKSEKUTIF.COM, JAKARTA – Konten negatif atau konten ilegal di dalam undang-undang nomor 11 tahun 2008.
Tentang informasi dan transaksi elektronik yang telah diubah menjadi UU nomor 19 tahun 2016 atau Undang-undang ITE dijelaskan sebagai informasi dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar, kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik.
Pemerasan dan pengancaman, penyebaran, berita bohong dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian pengguna.
Konten negatif itu seperti hoaks atau berita bohong yang bersumber dari orang yang tidak bertanggung jawab. Biasanya tujuan ingin menjatuhkan seseorang atau dengan tujuan-tujuan tertentu yang jelas menguntungkan satu pihak atau pihak lain. Berita bohong ini memang sangat berdampak negatif selain menjatuhkan nama baik seseorang juga mampu membahayakan kesehatan jika hoaks mengenai kesehatan.
Jika hoaks mengenai hal sensitif dapat mengacaukan kestabilan pemerintahan. Kemudian ujaran kebencian juga perundungan online yang kerap terjadi.
Dampak yang dapat timbul yakni terganggunya psikologis seseorang juga kesehatan mentalnya.
Muhammad Najib, dosen Nusa Putra University menjelaskan, kebenaran informasi adalah sebuah keharusan di dalam kehidupan digital maupun nyata.
Terlebih saat di ruang digital hak pengguna untuk mendapatkan informasi dan dan kewajiban mereka pula untuk memfilter informasi tersebut.
Hal ini menjadi bagian dari partisipasi para pengguna internet di ruang digital. Dengan cara membuat konten positif dan tidak menyebarkan informasi yang belum jelas. Kemudian menjadi warga digital yang baik dengan berperan aktif bagi kebaikan bersama.
“Saling mengingatkan untuk tidak menyebar hoaks, saling menjaga data pribadi sesama pengguna internet dan mengikuti program literasi digital serta mengikuti komunitas penggiat literasi. Saling menjaga ruang digital penting untuk keamnan dan kenyamanan bersama,” jelasnya saat mengisi webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Kamis (02/12/2021).
Komitmen dari bersama juga untuk melawan konten negatif. Salah satu cara yang paling mudah adalah dengan tidak menonton konten-konten yang negatif seperti prank yang berlebihan dan juga konten yang tidak berfaedah lainnya.
Penting untuk selalu berbagi informasi yang berguna, yang mungkin dibutuhkan oleh pengguna digital lainnya. Saling menghormati sesama pengguna digital, dengan berkata baik dan juga hindari body shaming atau mengomentari yang sifatnya subjektif atau mengenai diri seseorang.
“Prinsip kehati-hatian yang kita lakukan secara tidak langsung juga dapat berimbas pada orang-orang yang mengirimkan informasi yang salah,” jelasnya.
Maka dari itu perlunya tindakan untuk melawan konten negatif dengan membedakan motivasi dalam mencari informasi.
Kemudian kita juga harus bisa mengendalikan keinginan dalam mengakses informasi jangan terlalu berlebihan jangan semua ingin kita ketahui. Sebab itu juga bisa membuat kita terlalu banyak mengkonsumsi berita.
Misalnya, dulu saat panen baru menyerang Indonesia sangat banyak sekali berita-berita yang bermunculan yang malah dapat mengganggu kesehatan masyarakat karena terlalu khawatir secara berlebihan.
Kemudian jangan juga mal-akses informasi yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain seperti hal-hal yang berbau radikalisme, kriminalitas, predator seks, dan apapun yang merusak moral.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Siberkreasi.
Webinar wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Kamis (02/12/2021) juga menghadirkan pembicara, Zacky Badruddin (Owner Visquares), Saptiaji Eko Nugroho (Ketua presidium Mafindo), Gabriella Jacqueline, (Brand Activation Lead at Startup Agritech and Entrepreneur), dan Isnaini Arsyad sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital.
Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.