EKSEKUTIF.com — Jatinangor (04/07/2022) – Potensi ancaman terorisme di Indonesia menempati urutan ke- 24 dari 162 negara menurut Global Terrorism Index (GTI) 2022.
Hal ini disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H pada saat mengisi stadium general di Kampus IPDN Jatinangor.
Boy Rafli mengangkat tema “Deteksi Dini Modus Perkembangan Gerakan Radikalisme” untuk disampaikan kepada seluruh praja dan civitas akademika IPDN baik secara luring maupun daring.
Secara gamblang Boy Rafli menjelaskan kepada praja terkait perkembangan teror secara global dan regional.
Termasuk di dalamnya perkembangan teror dalam negeri seperti perkembangan kelompok-kelompok Mujahidin Indonesia Timur, Negara Islam Indonesia, Separatis Terorisme Papua, Jamaah Ansharul Khilafah dan lain sebagainya.
“Rilis dari United Nation pada masa pandemi radikalisasi di sosial media terjadi peningkatan. Termasuk di Indonesia, 202 juta orang menggunakan internet dan 80% nya pemilik akun media sosial,” ujar Boy.
Dari 80% pemilik akun medsos ini 60% adalah kalangan muda, itulah yang menjadi target kelompok jaringan terorisme global.
Dimana teroris ini menghembuskan narasi-narasi kebencian kepada pemerintah”, tuturnya.
Menurut Boy, ketimpangan dalam pelayanan publik dan pelayanan oleh negara atau pemerintah menjadi pintu masuk untuk dibangunnya semangat permusuhan kepada negara.
“Jaringan terorisme ini memiliki tujuan politik untuk mendelegitimasi kekuatan supra politik di pemerintahan masing-masing dan berharap bisa eksis di negara tersebut”, ujarnya lagi.
Boy juga kembali menegaskan praja IPDN untuk berhati-hati kepada dakwah atau kajian yang berkedok agama namun didalamnya terdapat ajaran-ajaran radikalisme atau terorisme yang disisipi.
“Praja calon pimpinan masa datang harus benar-benar dapat membedakan mana yang dakwah agama, mana yang benar-benar menjadi rencana penuh dengan kekerasan”, tuturnya.
Boy menjelaskan, Jika sudah menghalalkan kekerasan berarti tidak mengacu pada agama manapun, karena semua agama tidak memperbolehkan adanya kekerasan, sedangkan kelompok teroris ini menggunakan agama untuk kepentingan politik agar mereka berkuasa.
Rektor IPDN, Dr. Hadi Prabowo, M.M kembali menegaskan kepada praja untuk betul-betul mencermati pembekalan yang diberikan oleh Kepala BNPT ini sebagai pedoman yang harus dipahami.
Terutama terkait paham-paham atau kelompok-kelompok yang mendukung intoleransi, radikalisme dan terorisme.
“Adanya radikalisme dimulai dengan adanya intoleransi lalu menjadi ekstrimis dan berkembang menjadi terorisme.
Hal ini tentunya harus menjadi kewaspadaan kita semua, apalagi sekarang ini selalu berkedok agama”, ujarnya.
Hadi juga sangat menyayangkan sekelompok oknum yang selalu membawa nama agama tertentu sebagai kedok atau media dari radikalisme dan terorisme, “Jangan menjadikan agama sebagai kedok atau media dari radikalisme dan terorisme.”
“Kita harus mampu memilih dengan baik pendakwah agama, sehingga kita bisa menangkal radikalisme.”
Intoleransi, radikalisme dan terorisme adalah musuh bangsa Indonesia, karena hal ini sangat bertentangan dengan ideologi dan konsesus dasar negara, ini juga merupakan musuh agama”.
Masih menurut rektor IPDN, masyarakat Indonesia dan praja pada khususnya jangan terlena meskipun pemahaman kita terkait radikalisme berada di posisi 63,44% tapi kita tetap harus waspada kepada gerakan-gerakan radikalisme.
“Kita terutama praja harus terus memperkuat jati diri bangsa, karena praja adalah garda terdepan bangsa dan juga diharapkan dapat menjadi kader terdepan didalam upaya penanggulangan terorisme, radikalisme dan intoleransi”, tutur Hadi.
Hadi juga terus mengingatkan seluruh praja IPDN untuk memupuk jiwa kebangsaan dan nasionalisme, tidak memperdebatkan perbedaan agama, kuasai ilmu pengetahuan dan pemahaman terhadap agama sesuai tuntunannya.
“Jangan sampai terjebak pada statement atau pemikiran bahwa terorisme itu ada pada satu agama. Terorisme adalah musuh semua agama.”
“Harus kita lawan bersama. Kita harus mampu mengembangkan dan memelihara kebhinekaan dengan toleransi dan anti kekerasan serta perkuat iman dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa”, ujarnya.
Antusiasme praja IPDN terhadap materi yang disampaikan cukup tinggi, terlihat dari pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan baik dari praja yang mengikuti secara luring maupun daring.
Diantaranya terkait apa saja upaya yang dapat dilakukan oleh praja dalam mengedukasi masyarakat agar tidak terpengaruh oleh paham radikal, apa tindakan yang harus dilakukan apabila melihat radikalisme di medsos dan lain sebagainya.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Boy menjelaskan bahwa praja harus memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat dan tetap memegang teguh semangat nasionalisme dan cinta kepada negara.