EKSEKUTIF.com– Bukan sebagai penikmat motor gede, pria asal Bukittinggi, Sumatera Barat ini menyesalkan kejadian yang berbuntut pemukulan terhadap anggota TNI. Sebagai pengamat gaya hidup, khususnya pria yang sedang asyik naik sepeda lipat, Asri Hadi memaparkan kejadian semacam ini kerap terjadi karena salah pengertian saja.
Untuk kasus yang masih hangat ini, Asri Hadi mendeskripsikan rupanya anggota rombongan pengendara klub “moge” HOG yang terpisah dari rombongan intinya sedang terburu-buru mengejar rombongan intinya. Mereka bertemu, dua anggota intel Kodim 0304/Agam yang tidak mengenakan pakaian dinas.
Aparat intel itu mengejar rombongan “moge” dan memberhentikan mereka dengan cara memotong jalur salah satu peserta rombongan tersebut di Simpang Tarok Kota Bukittinggi. Di sinilah, terjadi kesalahpahaman yang pada akhirnya terjadi pengeroyokan atau penganiayaan dengan bersama-sama terhadap kedua prajurit TNI AD.
“Sebenarnya, tidak cuma moge alias motor gede yang suka arogan di jalanan. Konvoi-konvoi motor kecil, kerap melakukan sok-sok juga. Lihat saja, saat mereka sedang nge-geng naik motor ramai-ramai. Termasuk, pengendara motor motor bebek juga bisa begitu, kalau lagi ramai-ramai konvoi,” ujar Asri Hadi, Bendahara Asosiasi Media Digital Indonesia ini memberi ilustrasi, sambil tertawa terbahak.
Yang membedakan kalau “moge” terlihat mencolok dan eksklusif apalagi kalau dikawal sama polisi. Intinya sama saja, sudah menjadi watak orang Indonesia kalau melakukan sesuatu bersama-sama keberaniannya jadi muncul. Kelompok pengendara motor lainnya saat melakukan touring juga bersikap sama.
Nah, kelakuan arogan yang semacam ini memang bikin resah masyarakat.
Irjenpol purn Drs Pudji Hartanto MM / Anggota Kompolnas yang juga mantan Kakor Lantas periode th 2012-2014 menanggapi kejadian “rombongan moge pukul TNI”, ini dengan misi edukasi ke masyarakat.
Ia mengutip yuridis, bahwa ada pasal 134a UU no 22 tahun 2009, mengenai ketentuan Pengguna jalan yang memperoleh hak utama didahulukan.
Pertama adalah kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas. Kemudian, ambulans yang mengangkut orang sakit, kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas.
Sedangkan ketiga adalah kendaraan pimpinan dan lembaga negara Republik Indonesia, salah satunya Presiden RI.
Menjadi prioritas juga kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing. Kendaraan lembaga internasional yang menjadi tamu negara serta iring-iringan pengantar jenazah.
“Nah, di poin ke tujuh. konvoi atau kendaraan untuk kepentingan TERTENTU menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia,” tutur pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat, 24 Agustus 1959 ini.
Pria yang pernah menjabat Kapolsek Bukittinggi Polda Sumatra Barat (1984) itu menyebut, dalam pasal 135 disebutkan bahwa untuk kepentingan pasal 134 maka harus dikawal petugas kepolisian negara RI. Gunakan lampu isyarat dan sirine.
Alat pemberi isyarat lalin dan rambu tidak berlaku untuk kendaraan bermotor yang mendapat hak utama sebagaimana pasal 134. Tambahan untuk pasal 135, Petugas Kepolisian yang mengetahui ada kendaraan atau konvoi kendaraan yang memperoleh hak utama, maka wajib melakukan pengamanan.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana dengan klub motor besar disebut dengan moge konvoi?
Anggota Kompolnas ini membeberkan hal-hal normatif. Adalah tergantung alasan subyektif petugas Kepolisian, antara lain hak itu untuk jumlah rombongan besar/banyak. Kemudian untuk keselamatan dan ketertiban. Untuk kegiatan bhakti sosial serta petunjuk jalan. Agar tiba ditempat lokasi dalam waktu yang bersamaan.
Irjen Pudji Hartanto menyebut untuk Klub Automotive Motor Besar & sejenisnya, dalam melakukan perjalanan jauh dan butuh pengawalan petugas atau tanpa wal petugas. “Harus disiplin berlalu lintas. Patuhi batas kecepatan dan “ETIKA” kecepatan sesuai sikon,” ujarnya.
Hargai pemakai jalan lain jangan merasa sebagai kelompok yang eksklusif. Tidak menggunakan sirine atau strobo. Dan bila tidak sedang dikawal, maka berhenti di traffic light atau ikuti isyarat petugas.
Karena, “Kepada semua pengguna jalan wajib mentaati Peraturan Lalulintas. Juga semua harus mau jadi pelopor keselamatan dalam berlalu lintas dan jadikan itu sebagai kebutuhan.”
“Petugas pengawal konvoi hendaknya yang mahir mengemudikan kendaraan, yang sudah terbiasa melakukan pengawalan, sudah terlatih dan bukan petugas dadakan yang baru belajar mengawal,” tandas Pudji, mantan Kakorlantas Polri ini mengingatkan.