Menjadi satu dari 81 negara melakukan pemanfaatan iptek nuklir. Reaktor riset serbaguna GA Siwabessy di Puspiptek Serpong, ternyata mampu mengembangkan energi nuklir berupa radioisotop dan radiofarmaka.
EKSEKUTIF.com — Di tengah bangsa-bangsa berlomba menemukan vaksin covid-19, Batan yang kini bernama Badan Tenaga Nuklir Nasional telah melompat jauh ke depan. Upaya memerangi virus dengan pendekatan teknologi nuklir.
Inovasi yang dihasilkan antara lain terkait dengan aspek perancangan alat untuk penanganan pasien dan aspek pencegahan penularan. Targetnya, nuklir menjadi solusi pengobatan murah.
Stigma nuklir yang selama ini “menyeramkan” dan tak aman, justru sekarang ini sudah menjadi sebaliknya. Batan akan terus membumikan nuklir untuk kesejahteraan dan perdamaian.
Dan memang, Iptek nuklir sudah dipandang penting sejak lama oleh founding fathers. Untuk kemudian, nuklir menjadi bersahabat dan bisa dimanfaatkan dengan tepat guna. Termasuk dalam pembangunan berkelanjutan.
Jalan cerita Batan dulu sempat beken dengan nama Badan Tenaga Atom Nasional. Kini, sudah memiliki tiga reaktor riset di kawasan Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek) Serpong Tangerang Selatan, Bandung dan Yogyakarta.
Indonesia pun telah menjadi satu dari 81 negara melakukan pemanfaatan iptek nuklir yang berhasil. Reaktor riset serbaguna GA Siwabessy di Puspiptek Serpong, ternyata mampu mengembangkan energi nuklir berupa radioisotop dan radiofarmaka.
Batan mampu melakukan penelitian, pengembangan, dan pendayagunaan iptek nuklir. Sehingga dalam pemerintahan Jokowi-Maruf saat ini, Batan mendapatkan penugasan dari pemerintah menjadi koordinator untuk 3 prioritas nasional (PRN) selama 2020 – 2024.
Salah satu dari ketiga PRN ( Prioritas Riset Nasional) tersebut adalah pengembangan produksi radioisotop dan radiofarmaka yang bekerja sama dengan PT Kimia Farma, LIPI, BPPT, Badan POM, Bapeten dan Universitas Padjadjaran.
Apa itu Radioisotop dan Radiofarmaka?
Melalui kegiatan PRN ini, Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR), mengembangkan produksi radioisotop dan radiofarmaka untuk penanganan penyakit kanker, untuk diagnosis maupun terapi.
Terdapat lima produk radioisotop dan radiofarmaka temuan yang akan ditargetkan selama kurun waktu 2020 – 2024 yakni.
Pertama, Generator Mo-99/Tc-99m menggunakan Mo-99 non fisi. Saat ini radioisotop Tc-99m banyak digunakan untuk diagnosis kanker. Radioisotop Tc-99m ini dapat digunakan pula untuk diagnosis jantung dan ginjal.
Kedua, Radiofarmaka berbasis PSMA (prostate specific membrane antigen). Radiofarmaka ini digunakan untuk diagnosis dan terapi kanker prostat.
Lu-177-PSMA digunakan untuk terapi, namun hasil pencitraan sebaran radiofarmaka tersebut di dalam tubuh dapat digunakan pula untuk mengetahui status terakhir sebaran kanker yang ada di dalam tubuh.
Ketiga, Kit radiofarmaka Nanokoloid HAS, digunakan untuk diagnosis sebaran kanker ke kelenjar limfa (limfoscintigrafi), khususnya sebaran dari kanker payudara.
Keempat, Kit radiofarmaka EDTMP merupakan generasi baru radiofarmaka untuk terapi paliatif kanker tulang. Ini dapat digunakan untuk daerah daerah yang jauh dari lokasi produksi.
Kelima, Contrast agent berbasis gadolinium untuk MRI contrast agent. Radioisotop/tradiotracer digunakan pada saat pengembangan, produk akhir tidak mengandung radioisotop.
Dari lima itu, terdapat tiga produk yang sangat ditunggu. Generator Mo-99/Tc-99m, Radiofarmaka berbasis PSMA, dan Kit radiofarmaka Nanokoloid HAS.
Pasalnya, teknologi nuklir telah lama dimanfaatkan di berbagai sektor kehidupan, salah satunya kesehatan. Pemanfaatan radioisotop di bidang kesehatan telah banyak dirasakan oleh masyarakat, khususnya bagi pasien dan penyintas kanker.
Namun, sayangnya, Radioisotop dan Radiofarmaka di Indonesia saat ini 90 persen masih didominasi oleh produk impor. Batan pun konsen untuk peduli pada penderita kanker stadium lanjut.
Mengurangi Ketergantungan Pasokan Luar Negeri
Kepala Batan Prof. Dr. Ir. Anhar Riza Antariksawan menjelaskan, bahwa radionuklida atau biasa disebut juga radioisotop adalah isotop yang memancarkan radiasi untuk mencapai kestabilannya.
Secara global, pemanfaatan Radiofarmaka di dunia mayoritas memang digunakan untuk onkologi (penyakit kanker), yang mencapai lebih dari 50%, disusul cardiology (penyakit jantung), baru pemanfaatan lainnya seperti thyroid, dan lain sebagainya.
Terkait inovasi Samariun, dijelaskan Rohadi, penggunaannya diklaim lebih efektif dibanding dengan morfin. Jika pengobatan dengan morfin, pasien kanker masih merasakan sakit, tak bisa beraktifitas. Kadang mengganggu kesadaran dan memberikan efek ketagihan.
Berbeda dengan Samariun, rasa sakit itu tidak akan dirasakan. Pasien dalam stadium lanjut pun masih bisa beraktifitas tanpa harus merasakan sakit yang berlebihan dan tanpa rasa kantuk yang begitu berat sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
Tentu saja ini sebuah kabar gembira.
Apalagi data WHO menyebutkan, penderita kanker pada stadium lanjut sebanyak 66% atau 2/3 mengalami nyeri akibat kanker yang telah metastasis ke tulang. Karenanya, “Diperlukan pereda nyeri untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.”
Obat Samariun Menggantikan Morfin.
Selain itu, lebih efektif dan memberikan nilai ekonomi yang lebih besar kepada pasien. Di kedokteran nuklir biaya paket radiasi saat ini jauh lebih murah jika dibandingkan dengan paket kemoterapi.
“Terutama untuk pasien kanker payudara. Penggunaan Samarium-153 untuk pasien kanker memberikan manfaat yang besar, walaupun masih harus diobati namun dapat meningkatkan kualitas hidup pasien, “ tambah Kepala Batan.
Pria kelahiran Semarang, 6 November 1962 mengakui, obat Samariun ini lebih efektif dibanding morfin yang harus digunakan setiap hari, sementara Samariun sekali dalam sebulan, bahkan bisa dipakai dalam rentang waktu 3 bulan sekali.
Begitulah. Batan terus bekerja dalam “senyap”, sebagai pihak yang melakukan terus melakukan penelitian. Sementara itu, pihak yang memproduksi secara massal adalah industri farmasi, dalam hal ini PT. Kimia Farma. User dan keputusannya digunakan ke pasien, bergantung pada rumah sakit.
Yang pasti, sejarah di tanah air dan dunia internasional sudah mencatat kiprah Batan di tahun ke-62. Batan mendukung pembangunan berkelanjutan. Dengan tugasnya melakukan penelitian pemanfaatan nuklir di bidang pertanian, industri, kesehatan, lingkungan dan energi.
Salam hebat!
#S.S Budi Raharjo –5773-IISIP Jakarta/WU/DP/IX/2014/09/1968
ssbudirahardjo@yahoo.com