EKSEKUTIF.com — ULM Gelar Seminar Nasional: RKUHAP sebagai Pilar Penegakan Hukum Konstitusional
Universitas Lambung Mangkurat (ULM) sukses menyelenggarakan Seminar Nasional dan Lokakarya bertajuk “RKUHAP sebagai Dasar Penegakan Hukum Menurut Konstitusi”.
Kegiatan yang berlangsung di Gedung Serba Guna (GSG) ULM ini menghadirkan para akademisi dan praktisi hukum untuk mendiskusikan urgensi revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam koridor konstitusi.
Ketua Pelaksana, Daddy Fahmanadie, SH, LLM, mengungkapkan bahwa acara ini bertujuan memberikan kajian kritis terhadap perubahan KUHAP serta dampaknya bagi sistem peradilan pidana di Indonesia.
Sebanyak 135 peserta yang terdiri dari akademisi, praktisi hukum, mahasiswa, dan masyarakat umum turut serta dalam diskusi yang berlangsung sejak pukul 09.00 WIB hingga selesai.
Pemateri dan Pokok Bahasan
Seminar ini menghadirkan para ahli hukum sebagai narasumber, yaitu:
- Prof. Dr. H. M. Hadin Muhjad, S.H., M.Hum. (Guru Besar Fakultas Hukum ULM)
- Dr. Febby Mutiara Nelson, S.H., M.H. (Sekretaris Program Doktor Pascasarjana FH UI)
- Dr. Septa Candra, S.H., M.H. (Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta)
Diskusi dipandu oleh Andi Sri Kumalarani, S.Sos., M.M.Inov (News Anchor TV ONE) dan berfokus pada lima isu utama dalam revisi KUHAP:
- Penguatan asas legalitas dalam hukum acara pidana
- Koordinasi antar lembaga penegak hukum untuk menghindari tumpang tindih wewenang
- Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam sistem peradilan pidana
- Relevansi asas Dominus Litis dalam subsistem peradilan pidana
- Pencegahan penyalahgunaan kewenangan dalam proses hukum
Para narasumber sepakat bahwa revisi KUHAP harus diarahkan untuk menciptakan sistem peradilan yang lebih transparan, akuntabel, serta sejalan dengan prinsip demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia.
Rekomendasi Strategis
Seminar ini menghasilkan beberapa rekomendasi penting, antara lain:
- Revisi KUHAP harus berbasis pada prinsip keadilan material, transparansi, dan konstitusionalitas.
- Adaptasi sistem hukum asing harus mempertimbangkan nilai-nilai lokal Indonesia agar tetap relevan dengan budaya hukum nasional.
- KUHAP yang baru harus menjadi acuan utama dalam penegakan hukum, menghindari pertentangan dengan regulasi sektoral.
- Asas Dominus Litis perlu dikaji ulang agar tidak bertentangan dengan prinsip koordinasi antar lembaga peradilan.
Prof. Hadin Muhjad menekankan bahwa pembaruan KUHAP sangat mendesak untuk menjawab dinamika hukum pidana pasca-pengesahan KUHP 1/2023. Beberapa catatan kritis yang disoroti antara lain:
- Penghapusan tahap penyelidikan dalam RUU KUHAP dapat mengurangi akuntabilitas dan melemahkan prinsip checks and balances.
- Pengurangan kewenangan Polri dalam penyidikan bertentangan dengan mandat konstitusi dan dapat menghambat efektivitas penegakan hukum.
- Mekanisme checks and balances antara penyidik (Polri) dan penuntut umum (Kejaksaan) harus diperjelas agar tidak terjadi intervensi berlebihan.
Dr. Septa Candra menutup sesi dengan menegaskan bahwa revisi RKUHAP harus memastikan adanya koordinasi yang jelas antarpenegak hukum guna mencegah penyalahgunaan kewenangan. Ia juga menekankan pentingnya pemisahan tugas antar lembaga agar tidak terjadi monopoli kewenangan dalam proses peradilan.
Antusiasme Peserta dan Harapan Ke Depan
Para peserta seminar mendapatkan sertifikat serta akses ke materi diskusi untuk memperdalam pemahaman mereka terhadap revisi KUHAP. Mereka juga berkesempatan berdialog langsung dengan para pakar hukum guna menggali lebih dalam implikasi perubahan regulasi ini terhadap praktik hukum di Indonesia.
Seminar ini diharapkan menjadi langkah awal dalam memperkuat sinergi antar pemangku kepentingan untuk mewujudkan sistem peradilan pidana yang lebih adil, transparan, dan akuntabel.
#RKUHAP #PenegakanHukum #SeminarNasional #ULM #KeadilanKonstitusi