EKSEKUTIF.com —Skandal BLBI 1998: Bank Centris Ditipu dan Dimanfaatkan
Andri Tedjadharma, pemegang saham Bank Centris Internasional (BCI), menegaskan bahwa BCI tidak pernah menerima dana BLBI pada tahun 1998, bahkan satu rupiah pun. Karena itu, BCI bukan penanggung utang negara.
Penegasan tersebut disampaikan oleh Andri Tedjadharma dalam konferensi pers yang digelar di kantornya di Meruya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Selasa (9/7) sore.
“Kami tidak menerima dana BLBI satu rupiah pun. Pernyataan ini didasarkan pada bukti-bukti yang telah disahkan oleh hakim,” ujarnya.
Andri menjelaskan bahwa BCI tidak mencari kesalahan dan tidak menyalahkan siapa pun atau lembaga apa pun. BCI hanya menyampaikan kebenaran yang diakui semua pihak.
“Semua pernyataan berdasarkan bukti yang telah disahkan oleh hakim majelis yang mengadili setiap perkara kami,” jelasnya.
Lebih lanjut, Andri mengungkapkan bahwa dalam peristiwa BLBI 1998, telah terjadi perbuatan penipuan dan penggelapan yang sangat canggih, sistematis, terkomputerisasi, terlindungi, tertutupi, dan direncanakan dengan sangat matang terhadap bangsa dan negara dengan memanfaatkan dan menipu BCI.
Bagaimana caranya?
“Caranya adalah dengan membuat ‘Bank di dalam Bank di tubuh Bank Indonesia’, dalam proses transaksi call money over night di pasar uang antar bank di Bank Indonesia dengan melibatkan bank lain yang bekerja sama untuk menggelapkan uang negara tersebut,” kata Andri, yang mengaku tidak tahu siapa yang mampu berbuat hal itu.
Oleh karena itu, lanjutnya, negara berkewajiban bertanggung jawab atas pembekuan BCI dengan alasan yang tidak jelas. Negara harus bertanggung jawab atas semua akibat pembekuan BCI secara sepihak.
“Jadi dalam hal ini, bukan pemerintah yang menagih kami, tetapi kami yang menagih pemerintah,” tegasnya.
Dalam konferensi pers ini, Andri Tedjadharma didampingi oleh Ketua DPR-RI periode 2009-2014, Marzuki Alie, dan ekonom senior Faisal Basri.
Ia menjelaskan bahwa BCI tidak memiliki hubungan hukum dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). BCI hanya memiliki hubungan hukum dengan Bank Indonesia (BI).
Andri menjelaskan bahwa BCI membuat perjanjian jual beli promes senilai Rp492 miliar disertai jaminan lahan seluas 452 hektar yang tertuang dalam akta No. 46 tanggal 9 Januari 1998 dengan BI.
“Akta 46 itu bukan perjanjian utang, tapi jual beli promes, dan ternyata terbukti BI juga tidak membayarkan dengan cara memindah bukukan ke rekening Bank Centris di nomor 523.551.0016, tetapi ke rekening pribadi atas nama Bank Centris di nomor 523.551.000.”
“Jadi, sekali lagi, Bank Centris bukan penerima dana BLBI, dan bukan penanggung utang negara,” tegas Andri yang mengaku tidak tahu sama sekali rekening pribadi mengatasnamakan Bank Centris itu milik siapa.
“Saya ga tahu rekening pribadi di BI itu punya siapa.”
Sebelumnya, Marzuki Alie mengungkapkan keprihatinan sekaligus kemarahan atas tindakan Satgas BLBI yang terus menagih, menyita bahkan melelang aset dan harta pribadi Andri Tedjadharma yang sudah terbukti tidak terima dana BLBI.
Andri juga tidak pernah menandatangani perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham atau PKPS, baik APU, MSAA, maupun MRNIA.
“25 tahun lebih Andri diam bank miliknya diambil, sekarang masih dizalimin. Harta pribadinya diblokir, disita bahkan mau dilelang. Ini negara apa-apaan!” geramnya.
Marzuki Alie menambahkan Satgas BLBI dibentuk memang untuk mengejar aset obligor yang belum memenuhi kewajibannya terhadap negara. Namun, hal itu harus dilakukan dengan data yang benar dan akurat.
“Andri sudah diselesaikan lewat pengadilan dan menang. Berarti Andri benar tidak terima BLBI. Ini kebenaran. Mengadili sebuah kebenaran itu kejahatan. Karena itu, ini harus dilawan,” tegasnya seraya mengingatkan Satgas BLBI untuk tidak lagi menagih dan menyita aset pribadi Andri Tedjadharma.
Hal senada dilontarkan Faisal Basri.
Ia katakan apa yang dilakukan Satgas terhadap Andri Tedjadharma adalah kezaliman. Mereka tidak menghormati hukum. Mereka hukum rimba.
Seharusnya, hukum menjadi panglima.
“Sudah terbukti di pengadilan, Bank Centris tidak terima BLBI. Bank Centris menjual promes Rp490 miliar dengan dijamin lahan 452 hektar.”
“Terbukti juga Bank Centris tidak dibayar karena uangnya itu masuk ke rekening rekayasa. Dan, ini kejahatan. Harusnya ini yang dikejar. Jangan lagi mengejar Andri Tedjadharma,” ungkapnya.
Sebagai negara hukum Indonesia adalah negara hukum. menjelaskan bahwa promes yang dijual oleh BCI tidak menghasilkan uang untuk BCI.
“Bank Indonesia menjual promes tersebut ke BPPN tanpa menyertakan jaminan lahan yang telah diserahkan BCI ke BI,” ujarnya.
Faisal juga menyoroti ketidakpatuhan Satgas BLBI terhadap hukum. “Mereka tidak menghormati hukum. Seharusnya, hukum adalah panglima tertinggi, bukan aturan rimba.”
Patut diketahui, Andri Tedjadharma sendiri saat ini telah menggugat Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia atas tindakan mereka yang dinilai melawan hukum, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sidang perkaranya telah melewati mediasi dan gagal mencapai kesepakatan damai.
Dalam mediasi tersebut terungkap adanya pernyataan yang bertentangan antara Kemenkeu dan BI terkait sertifikat lahan 452 hektar yang menjadi jaminan Bank Centris yang sudah hipotek atas nama Bank Indonesia.
Di mana, BI menyatakan telah menyerahkan sertifikat jaminan lahan 452 hektar Kementerian Keuangan (BPPN) dalam perjanjian pengalihan hak tagih. Tapi, Kementerian Keuangan sendiri menyatakan tidak ada menerima jaminan lahan 452 hektar itu.