EKSEKUTIF.com- Di saat dunia sedang berjuang keras melawan virus corona, cyber threat actor (penjahat siber) ternyata juga banyak memanfaatkan kelengahan berbagai pihak untuk menggencarkan serangan siber. Masyarakat, organisasi, dan juga dunia usaha, diminta meningkatkan kewaspadaan terhadap tren meningkatnya serangan siber ini.
Hal ini terungkap dalam Simposium Strategi Keamanan Siber Nasional (SKSN) 2020 yang diadakan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Tahun ini, SKSN diadakan (7/12/2020), bertempat di Hotel The Westin Resort Nusa Dua, Bali. Kegiatan ini diadakan antara lain untuk mendukung penyusunan kerangka regulasi literasi media dan literasi keamanan siber. Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian dan Gubernur Bali yang diwakili Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekda Provinsi Bali, I Gede Indra Dewa Putra S.E., M.M. serta Forkompimda Provinsi Bali.
Tahun ini SKSN juga diikuti peserta secara daring dari berbagai stakeholder dengan menghadirkan beberapa narasumber yang exspert di bidangnya. Di antaranya Marsda TNI Rus Nurhadi Sutedjo, Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi Informasi dan Aparatur, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Duta Besar Febrian Alphyanto Ruddyard, Direktur Jenderal Kerjasama Multilateral, Kementerian Luar Negeri. DR. Ir. Slamet Soedarsono, MPP, QIA, CRMP, CGAPD., Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, Kementerian PPN / Bappenas. Dra. Mariam F. Barata, M.I.Kom., Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika, Kementerian Kominfo. Nunil Pantjawati, B.Sc., M.E., Direktur IKPRED BSSN. Drs. Joy Reinier Adriaansz, M.Si., Kepala Dinas Komunikasi Informatika & Persandian, serta Perwita Sari, S.ST., S.E., M.Si., Analis Kebijakan Madya/Koordinator Perumusan Kebijakan SPBE Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Dari simposium ini terungkap, seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, menyebabkan keamanan siber menjadi isu strategis di berbagai negara. Hal ini juga telah menjadi konsen pemerintah. Di antaranya dalam Pidato Kenegaraan Presiden RI dalam rangka HUT ke-74 Proklamasi Kemerdekaan RI di Depan Sidang Bersama DPD dan DPR RI pada 16 Agustus 2019 lalu, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo telah menyampaikan, bahwa Indonesia harus siaga menghadapi ancaman kejahatan siber, termasuk kejahatan penyalahgunaan data. Data adalah jenis kekayaan baru bangsa Indonesia, kini data lebih berharga dari minyak. Sehingga, dalam bidang pertahanan keamanan, Indonesia juga harus tanggap dan siap menghadapi perang siber.
Meningkat Di Tengah Pandemi
Di tengah pandemi COVID-19, di mana hal ini juga turut mengakselerasi transformasi digital di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Indikasinya adalah terjadinya peningkatan yang signifikan dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di kehidupan masyarakat. Namun di sisi lain, di tengah meningkatnya digitalisasi ini, juga terjadi peningkatan aksi serangan dari para penjahat siber.
Sebagaimana dilansir dalam siaran pers Biro Hukum dan Humas BSSN, peningkatan traffic internet dan maraknya penggunaan aplikasi daring, turut dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk melancarkan serangan siber, seperti malware, phising, SQL Injection, Hijacking, dan Distributed Denial of Service (DDOS).
Selama periode bulan Januari-November 2020, BSSN mendeteksi telah terjadi serangan siber sebanyak lebih dari 423 juta serangan. Jumlah ini lebih banyak hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan jumlah serangan di periode yang sama pada tahun 2019.
Adapun serangan menjadi tren dalam masa pandemi COVID-19 ini adalah pencurian data melalui malware. Hal ini menjadi perhatian karena serangan yang terjadi di dunia maya dapat menyebabkan kerusakan dan terganggunya stabilitas di dunia nyata.
SKSN merupakan amanat dalam ketentuan Pasal 94 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
Di dalam Pasal tersebut menyatakan bahwa peran pemerintah dalam menetapkan strategi keamanan siber nasional merupakan bagian dari strategi keamanan nasional, yang didalamnya meliputi pembangunan budaya keamanan siber, yang mana penetapan strategi keamanan siber nasional tersebut ditujukan untuk melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan informasi elektronik dan transaksi elektronik yang mengganggu ketertiban umum.
Strategi Keamanan Siber Nasional (SKSN) merupakan arah kebijakan nasional yang memuat visi, misi, landasan pelaksanaan, peran pemangku kepentingan, dan fokus area kerja dalam rangka menciptakan lingkungan strategis yang menguntungkan guna mempertahankan dan memajukan kepentingan nasional di tingkat global melalui perwujudan keamanan siber nasional.
SKSN Dapat Digunakan Sebagai Acuan Bersama
Kedepannya, SKSN dapat digunakan sebagai acuan bersama seluruh pemangku kepentingan keamanan siber nasional dalam menyusun dan mengembangkan kebijakan keamanan siber di instansi masing-masing. Selain itu, strategi ini diharapkan mampu memicu peningkatan keamanan siber yang akan menumbuhkan potensi ekonomi digital di negara Indonesia.
Visi SKSN adalah dalam rangka mendukung Visi Pemerintah, yaitu: terwujudnya Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berdasarkan gotong royong dengan keamanan dan ketahanan siber nasional. Untuk mencapai visi tersebut, maka dilakukan upaya strategis secara aktif dan berkesinambungan yang dijabarkan menjadi 4 (empat) misi.
Pertama, melindungi sistem pemerintahan, infrastruktur informasi vital nasional, dan dampak sosial pada ruang siber. Kedua, melindungi ekosistem perekonomian digital nasional dalam rangka meningkatkan pertumbuhan dan inovasi. Ketiga, membina kekuatan dan kemampuan dalam mengelola keamanan siber Indonesia yang andal dan mempunyai daya tangkal. Keempat, memajukan kepentingan keamanan siber nasional Indonesia dan mendukung terciptanya ruang siber yang terbuka, aman, stabil, dan bertanggung jawab.
SKSN berfokus pada implementasi di tujuh fokus area yaitu tata kelola; manajemen risiko dalam keamanan siber nasional; kesiapsiagaan dan ketahanan; Infrastruktur Informasi Vital Nasional (IIVN); pembangunan kapabilitas dan kapasitas serta peningkatan kewaspadaan; legislasi dan regulasi; serta kerja sama internasional.
Seluruh fokus area kerja ini merupakan aktivitas-aktivitas strategis yang harus dilaksanakan secara sinergis oleh seluruh komponen pemangku kepentingan. Pelaksanaan strategi keamanan siber Indonesia tidak hanya difokuskan pada pemerintah, akan tetapi melibatkan semua unsur, yaitu pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat/komunitas yang disebut sebagai Quad Helix. Quad Helix dapat saling berinteraksi dan berkolaborasi untuk mencapai tujuan strategi keamanan siber. Oleh karenanya, peran dan tanggung jawab keamanan siber berada pada seluruh lapisan masyarakat. (ACH)