BACA JUGA: MAJALAH EKSEKUTIF TERBARU
Dengan munculnya virus varian baru yang menimbulkan berbagai ketidakpastian terkait pandemi COVID-19, perusahaan-perusahaan di seluruh dunia memulai membuat rencana jangka panjang dan model kerja, baik bekerja di kantor, bekerja secara remote atau hybrid (penggabungan antara bekerja di kantor dengan bekerja di rumah atau lokasi lainnya), yang dapat memenuhi kebutuhan karyawan dan perusahaan.
Di tengah transisi ini, Entrust, sebagai pemimpin di dunia yang terpercaya dalam hal identitas, pembayaran dan perlindungan data, mengungkap hal-hal yang dibutuhkan untuk mengamankan tempat kerja berbasis hybrid berdasarkan data yang diungkap oleh penelitian terbaru yang berjudul “Securing the New Hybrid Workplace.”
Laporan Entrust tersebut mengungkapkan bahwa 82% pemimpin di Indonesia mendukung lingkungan kerja hybrid, namun keamanan dan produktivitas sebagai tantangannya.
Lebih jauh Riset tersebut mengungkapkan bahwa mayoritas pemimpin bisnis (64%) dan karyawan (54%) secara global mengatakan bahwa perusahaan mereka saat ini menggunakan model kerja berbasis hybrid. Bahkan, 89% pemimpin bisnis dan 87% karyawan mengaku yakin dengan keamanan data perusahaan saat bekerja di luar kantor.
Akan tetapi saat mereka bekerja di kantor, 77% pemimpin bisnis dan 93% karyawan secara global setuju bahwa penting bagi perusahaan untuk memiliki sebuah sistem yang mencatat dan melacak pengunjung yang masuk dan keluar gedung saat karyawan bekerja di kantor.
Keamanan data saat ini adalah prioritas bagi mayoritas pemimpin bisnis, sehingga 81% mengatakan perusahaan mereka sudah menawarkan pelatihan keamanan data untuk para karyawan, namun hanya 61% karyawan mengatakan perusahaan mereka menawarkan pelatihan tersebut. Ini mengindikasikan ada kesenjangan dalam komunikasi.
Entrust melakukan survei terhadap 1.500 pemimpin bisnis dan 1.500 pemimpin bisnis dan 1.500 karyawan di Amerika Serikat, Inggris, Australia, Jerman, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Indonesia, Jepang dan Singapura. Responden dari Indonesia meliputi 150 pemimpin bisnis dan 150 karyawan.
Survei ini dilakukan untuk lebih memahami bagaimana pekerja dari level manajer hingga ke jajaran direksi menyiapkan ruang kerja berbasis hybrid. Temuan-temuan utama dari penelitian ini di Indonesia, meliputi:
- Hybridakan terus hadir namun ada kekhawatiran besar akan sistem keamanan: Mayoritas pemimpin bisnis (82%) di Indonesia mengatakan perusahaan mereka menggunakan model hybrid dan 65% karyawan setuju. 53% karyawan melaporkan sebanyak enam contoh kehila produktivitas yang hilang ketika berkerja secara hybrid, namun para pemimpin perusahaan menyebut kebocoran data penting perusahaan (35%), keamanan internet rumah (19%), dan serangan siber (19%) sebagai tantangan keamanan terbesar mereka.
- Manajemen pengunjung adalah sebuah prioritas di kantor: Semua pemimpin bisnis dan 99% karyawan di Indonesia setuju bahwa perusahaan perlu memasang sistem yang bisa mencatat dan melacak pengunjung yang masuk dan keluar gedung ketika para karyawan bekerja di kantor.
- Keamanan data kantor saat karyawan bekerja di rumah menjadi tantangan baru: Perusahaan-perusahaan harus mengubah pendekatan keamanan data mereka karena karyawan lebih terdesentralisasi dibandingkan sebelumnya. Meskipun keamanan data jadi prioritas bagi pemimpin bisnis di Indonesia, sebanyak 88% dari mereka mengatakan bahwa perusahaan yang mereka pimpin menawarkan pelatihan keamanan data kepada karyawan, hanya 69% karyawan yang mengatakan bahwa perusahaan mereka menawarkan pelatihan tersebut. Ini mengindikasikan ada kesenjangan komunikasi.
“Dengan berbagai ketidakpastian yang terjadi selama satu setengah tahun terakhir, banyak organisasi yang mampu beradaptasi dengan bekerja secara remote. Ketika para pemimpin bisnis merencanakan model kerja di masa depan, kami ingin mengetahui bagaimana mereka mengadaptasikan keamanan dan identitas untuk model kerja hybrid: Bagaimana pemimpin bisnis dan karyawan bersiap melindungi data dan informasi penting? Bagaimana keamanan kantor akan mengalami perubahan? Apakah beradaptasi dengan model kerja hybrid membuat kerentanan berlipat ganda atau akankah perusahaan memilih strategi keamanan cerdas yang akan mendukung karyawan di mana pun mereka bekerja?” ucap James Cook, Director of Digital Security, Asia Pacific and Japan, Entrust, Rabu ( 15/09/2021).
“Dengan penelitian yang secara tegas mengindikasikan keinginan 91% karyawan di dunia dan 93% karyawan di Indonesia untuk bekerja dengan model hybrid ke depannya, data penelitian ini memberikan wawasan kepada berbagai perusahaan mengenai cara mengimplementasikan kerja dari mana saja, dan memasukkan sistem keamanan ke dalam pendekatan hybrid mereka dengan bekerja sama dengan perusahaan seperti Entrust untuk mengimplementasikan solusi-solusi seperti otentifikasi tanpa password dan otentifikasi biometrik, verifikasi dengan mobile ID dan banyak lagi,” jelas James.
Menyempurnakan model kerja hybrid
Tidak diragukan lagi bahwa perusahaan-perusahaan cenderung mengikuti keinginan yang jelas dari para karyawan untuk opsi bekerja secara hybrid, dengan 64% perusahaan di Indonesia mengatakan mereka mempertimbangkan untuk mempekerjakan karyawan-karyawan yang secara geografis tinggal di lokasi yang beragam. Agar perusahaan-perusahaan dapat mengikuti tren ini dan mempekerjakan karyawan di lingkungan baru yang hybrid, ada beberapa cara untuk meningkatkan dan mengamankan proses bergabungnya karyawan baru.
Penelitian ini menemukan bahwa di Indonesia, kurang dari setengah (45%) pemimpin bisnis memperbaiki metode pelatihan mereka, namun hampir dua pertiga (62%) menggunakan alat kolaborasi baru atau yang sudah ditingkatkan, dan hampir tiga perempat (73%) dari mereka menerapkan penerbitan mobile ID untuk karyawan yang bekerja secara remote.
Lebih jauh lagi, 75% dari pemimpin bisnis di Indonesia mengambil langkah untuk menjaga keamanan internal dengan memberlakukan teknologi one-time password, 70% menggunakan otentifikasi biometrik dan 69% menggunakan verifikasi mobile ID. Mereka menyebut langkah-langkah tersebut diambil agar mereka selangkah lebih maju dari peretas dan data internal mereka terlindungi
Menjaga dan meningkatkan keamanan dalam lingkungan kantor
Ketika perusahaan-perusahaan mulai meminta para karyawan kembali masuk kantor, pandemi yang masih berlanjut meningkatkan resiko keamanan fisik, yang mencakup kesehatan, keamanan dan keamanan informasi atau infosecurity. Sebagai contoh, perusahaan-perusahaan harus mempertimbangkan praktik terbaik saat mulai membuka pintu kantor untuk pengunjung selain karyawan mereka.
Entrust menemukan dukungan yang luar biasa terhadap penerapan manajemen pengunjung di perusahaan, dengan 100% pemimpin bisnis di Indonesia dan 99% karyawan setuju perusahaan mereka perlu memiliki sistem yang mencatat dan melacak pengunjung yang masuk dan keluar gedung ketika karyawan bekerja di kantor.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, perusahaan-perusahaan akan mulai memberi perhatian lebih kepada orang yang masuk dan keluar gedung kantor. Alasan di balik pengecekan lebih jauh terhadap pengunjung adalah kehati-hatian terhadap penyebaran COVID-19, dengan 97% pemimpin perusahaan dan 93% karyawan di Indonesia menyebutkan bahwa risiko penyebaran COVID-19 sebagai alasan utama pentingnya memiliki sistem yang mengelola dan melacak tamu.
Alasan lain di antaranya adalah untuk melindungi informasi rahasia (75% pemimpin bisnis dan 60% karyawan di Indonesia) dan menghindari bahaya fisik terutama kesehatan bagi karyawan (hanya 39% pemimpin bisnis da 29% karyawan di Indonesia).
Menggabungkan keamanan data dengan standar kerja dari rumah
Para pemimpin bisnis juga setuju bahwa saling keterkaitan antara keamanan data dan standar kerja dari rumah sangat penting untuk dipertimbangkan. Untungnya, diperkenalkannya model kerja hybrid nampaknya memberikan hasil yaitu langkah menuju arah yang benar untuk perlindungan data di tempat kerja.
Bahkan 88% pemimpin bisnis di Indonesia mengatakan bahwa perusahaan mereka sudah menawarkan pelatihan keamanan data bagi karyawan, dengan mayoritas pemimpin bisnis di Indonesia (98%) mengatakan pelatihan tersebut akibat dari pandemi COVID-19 dan ini mengindikasikan tren menuju keamanan data yang canggih.
Sayangnya, saat para pemimpin bisnis menawarkan pelatihan ini, hanya 69% karyawan di Indonesia menyatakan bahwa perusahaan mereka memberikan pelatihan tersebut. Ini mengindikasikan kesenjangan komunikasi antara pemimpin dan para karyawan. Dengan menginformasikan mengenai pelatihan tersebut kepada karyawan, pemimpin bisnis bisa membantu mengurangi risiko ancaman keamanan termasuk phishing dan serangan ransomware.