EKSEKUTIF.com– Pemerintah terus berupaya mengakselerasi upaya penguatan ekosistem pesisir dan pantai melalui rehabilitasi dan penanaman mangrove sebagai bagian dari upaya untuk mendukung pembangunan blue economy dan pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia.
“Penanaman mangrove terus kita lakukan sebagai bagian dari upaya akselerasi peningkatan ekosistem hayati pesisir dan pantai, sekaligus untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan berbagai unsur pemerintahan terkait lainnya termasuk Pemerintah Daarah, telah menanam dan merehabilitasi ribuan hektar mangrove di berbagai wilayah.
Dari tahun 2010 hingga 2019 mencapai 45.000 hektar dan khusus di tahun 2020 lalu seluas 39.970 ha, sehingga hingga kini sudah lebih dari 80 ribu hetar mangriove yang kita tanam,” ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar dalam sambutan pembukaan acara Workshop bertema “Blue Carbon Dalam Pembangunan Blue Economy dan Pencapaian Target NDC yang berlangsung secara hybride pada (18/4/2022), di Auditorium Gedung Manggala Wanabhakti, Jakarta.
Menurutnya Indonesia mempunyai peran penting dalam hal mitigasi perubahan iklim dari aspek blue carbon.
Berdasarkan Peta Mangrove Nasional yang resmi dirilis oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2021, diketahui bahwa total luas mangrove Indonesia seluas 3.364.076 Ha.
Dari 3.364.076 Ha mangrove Indonesia terdapat 3 (tiga) klasifikasi kategori kondisi mangrove sesuai dengan persentase tutupan tajuk, yaitu mangrove lebat, mangrove sedang, dan mangrove jarang.
Dari total luasan mangrove Indonesia seluas 3.364.076 Ha, kondisi mangrove lebat seluas 3.121.239 Ha (93%), mangrove sedang seluas 188.363 Ha (5%), dan mangrove jarang seluas 54.474 Ha (2%).
Adapun fokus pemerintah dalam melakukan rehabilitasi kawasan mangrove berada di mangrove dengan kondisi tutupan yang jarang. Pembagian peran dalam rehabilitasi kawasan mangrove jarang dilakukan sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi Kementerian/Lembaga terkait.
Lebih lanjut diungkapkan, konsep ‘Pembangunan Blue Economy yang Berketahanan Iklim’ selaras dengan potensi kelautan dan pesisir yang ada di Indonesia. Pihaknya juga berharap agar Workshop ini bisa membahas dan mengidentifikasi potensi yang ada dan bisa menghasilkan rumusan yang lebih kongrit tentang potensi yang dan bagaimana strategi dan upaya yang seharusnya dilakukan untuk akselerasi pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia ini. Dalam hal ini lanjutnya, diperlukan kolaborasi yang lebih intens dari semua unsur, termasuk peran dan dukungan dari organisai atau lembaga non pemerintah.
“Saat ini kita sedang menyusun onemap (satu peta) untuk mangrove yang tersebar di berbagai daerah dan berapa besar potensi untuk mengkontribusi sebagai blue economy dan blue carbon untuk mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono. Dalam kesempatan itu, ia juga memberikan paparan tentang blue carbon atau karbon yang diserap dan disimpan oleh laut dan ekosistem pesisir (mangrove dan lamun).
Dalam kesempatan itu, Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono membeberkan strategi ekonomi biru yang diterapkan oleh Kementerian yang dipimpinnya untuk meningkatkan kesehatan laut dalam rangka menahan laju perubahan iklim, serta mempercepat pembangunan ekonomi berbasis kelautan secara berkelanjutan.
Strategi tersebut berupa penguatan ekosistem karbon biru (blue carbon) dengan memperluas dan menjaga secara ketat kawasan konservasi mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. Kemudian menerapkan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota, pengembangan perikanan budidaya berkelanjutan, serta penataan pemanfaatan ruang laut dan pulau-pulau kecil yang mengutamakan perlindungan ekosistem.
“Kita sedang dihadapkan pada situasi dimana kita harus menjaga alam bersamaan dengan ekonomi yang harus terus berkembang. Laut dan ekosistem pesisir mempunyai fungsi penting dalam pengendalian perubahan iklim dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Ditambahkan, strategi tersebut merupakan bentuk nyata komitmen KKP dalam melindungi ekosistem laut dan pesisir yang berkontribusi secara signifikan sebagai solusi dan mitigasi perubahan iklim. Di samping itu, laut memiliki peran strategis sebagai sumber pangan dunia, jalur transportasi, hingga untuk kegiatan ekonomi.
Berdasarkan data, Indonesia memiliki peran penting dalam hal mitigasi perubahan iklim dari aspek blue carbon karena memiliki ekosistem mangrove seluas 3,36 juta hektare dan padang lamun seluas 3 juta hektare yang berpotensi hingga 17 persen sebagai cadangan blue carbon dunia.
“Kemampuan karbon biru ini sering dikatakan lebih besar dibandingkan kemampuan yang sama dari vegetasi daratan, atau karbon hijau,” tambah Menteri Trenggono.
Untuk menyukseskan berjalannya strategi ini, pihaknyan juga berharap adanya penguatan sinergi dengan berbagai pihak, di antaranya Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) dan Kehutanan. Ia mengungkapkan pembahasan bersama saat ini dalam hal merestorasi ekosistem mangrove dan terus memperluas kawasan konservasi.
“Kami bersama-sama bersama Kementerian LHK untuk membuat terobosan-terobosan untuk menjaga lingkungan laut yang diyakini lebih besar dalam penyerapan emisi karbon dapat selalu terjaga,” ujarnya.
Menteri Trenggono berharap ke depannya dengan penerapan prinsip ekonomi biru tersebut, ekosistem laut dapat terjaga dalam jangka panjang sehingga dapat menciptakan lapangan kerja yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan memperkuat ekonomi nasional.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga menggandeng sejumlah lembaga pemerintah maupun swasta dalam upaya mempercepat rehabilitasi kawasan mangrove di Indonesia.
Dikatakan, kawasan mangrove merupakan salah satu kawasan ekosistem di wilayah pesisir yang memiliki banyak manfaat dan nilai ekonomi yang tinggi. Mangrove juga dapat menjaga kawasan pesisir dari bencana alam seperti tsunami dan mencegah abrasi.
Kawasan hutan mangrove juga merupakan penyerap karbon terbesar. Kawasan mangrove memainkan peranan penting dalam siklus karbon global serta dapat menyimpan karbon sekurang-kurangnya minimal empat kali lebih besar dibandingkan dengan tipe hutan vegetasi lain.
(ACH)