EKSEKUTIF.com–Maraknya penyebaran berita atau informasi yang tidak jelas sumbernya, mengandung unsur kebohongan (hoaks), yang menyebar di masyarakat tidak hanya menyesatkan opini publik, tetapi juga mengancam fondasi penting pembangunan ekonomi nasional, termasuk sektor strategis seperti maritim.
Salah satu yang sedang viral yakni terkait hoaks pemberitaan kapal JKW Mahakam dan Dewi Iriana yang bisa memicu gejolak di tengah publik.
Sisi lain dari maraknya digitalisasi di tengah masyarakat yakni menyebarnya berita atau informasi yang mengandung kebohongan atau hoaks. Dalam konteks lebih luas, hoaks bisa berdampak luas, terhadap kehidupan sosial, politik, keamanan, ekonomi, bisnis hingga keberlangsungan investasi di suatu negara.
Hoaks kian cepat meluas melalui berbagai media digital yang kian massif penyebarannya, termasuk melalui berbagai media sosial (medsos). Hoaks dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, mulai dari keresahan masyarakat, kerugian finansial, hingga rusaknya reputasi individu, institusi, hingga korporasi atau perusahaan. Karena itu, penyebaran hoaks tak bisa dianggap remeh dan perlu penanganan serius dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait untuk bersama melawan hoaks ini.
Demikian benang merah dari diskusi media Klub Jurnalis Ekonomi Jakarta (KJEJ) dengan tema “Badai Hoax dan Dampaknya Terhadap Kepastian Berusaha dan Iklim Investasi” pada (13/06/2025) yang berlangsung di Restoran Tazawa, Senayan Park, Jakarta.
Hadir sebagai nara sumber, di antaranya Algooth Putranto -Koordinator Riset Satgas Anti Hoax PWI Pusat dengan materi “Memecah Gelombang Hoax di Era Digital”.
Wiendarto, jurnalis Senior-Ketua KJEJ dengan materi “Dilema Menepis Hoax, Antara Etika Jurnalistik dengan Tuntutan Klik”.
Serta Faisal Rahman, Pemimpin Redaksi Periskop.id membawakan materi bertema “Ancaman dan Dampak Hoax Terhadap Dunia Bisnis dan Investasi”, yang dimoderatori oleh Burhan Abe, Jurnalis Senior.
Algoot Putranto menyebutkan, salah satu hoaks terbaru yang viral di media sosial adalah isu mengenai kapal JKW Mahakam dan tongkang Dewi Iriana yang disebut sebagai milik mantan Presiden Joko Widodo dan istrinya, serta diklaim mengangkut nikel dari Raja Ampat.
Narasi ini telah terbukti tidak benar dan dinyatakan secara resmi sebagai hoaks oleh Kementerian Komunikasi dan Digital melalui laman komdigi.go.id.
“Dalam kasus ini, karena isunya murni hoaks, maka saya perlu angkat bicara. Hoaks adalah masalah besar Indonesia dan sangat bisa mengganggu investasi. Bahkan, sektor maritim yang menjadi andalan pemerintahan Prabowo sebagai salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi bisa terganggu karena hoaks seperti ini,” ujar Algooth Putranto, Koordinator Riset Satgas Anti Hoaks PWI Pusat sekaligus Dosen Komunikasi Universitas Dian Nusantara ini.
Algooth lebih lanjut memaparkan, hoaks kapal JKW Mahakam dan Dewi Iriana menjadi contoh nyata bagaimana disinformasi bisa memicu gejolak di tengah publik.
Padahal, kapal dengan nama-nama tersebut terbukti milik perusahaan-perusahaan swasta yang tidak ada sangkut pautnya dengan mantan presiden Joko Widodo dan istrinya sebagaimana disebutkan secara keliru oleh hoaks tersebut.
“Hal itu juga diverifikasi oleh media bisnis ternama Bisnis.com yang menelusuri bahwa kapal itu tidak ada sangkut paut kepemilikan dengan mantan presiden Joko Widodo,” tegasnya.
Verifikasi melalui situs pelacakan kapal terpercaya seperti Vesselfinder.com yang dilakukan oleh media terpercaya, Kompas.com, juga menunjukkan bahwa kapal tersebut tidak berada di Raja Ampat, melainkan beroperasi di Kalimantan.
”Jadi isu kapal JKW Mahakam itu hoaksnya sangat berlapis-lapis itu. Sehingga patut kita apresiasi ketika Kementerian Komunikasi dan Digital menetapkan secara resmi melalui website resminya Komdigi.go.id bahwa isu Kapal JKW Mahakam dan Dewi Iriana mengangkut nikel dari Raja Ampat dan juga milik mantan presiden adalah hoaks,” ujar Algooth.
Joko Widodo sendiri telah membantah hoaks tersebut, “Banyak kok tulisan (Jokowi) di truk, biasa aja. Tapi jangan diplintir jadi milik saya,” ujarnya saat ditemui di Solo, sebagaimana dikutip dari pemberitaan media massa (13/6).
Pembicara lainnya, Faisal Rachman, menyatakan bahwa hoaks sungguh dapat menghambat realisasi investasi.
“Pernah ada klien dari Tiongkok yang menunda investasi karena menemui hoaks di industri dan lokasi yang diminatinya di sini saat riset daring. Artinya, hoaks ini sangat berdampak riil terhadap keputusan bisnis,” ujarnya.
Sementara itu, Windarto, Ketua KJEJ yang menjadi pembicara ketiga menegaskan, bahwa media harus tetap menjalankan fungsi verifikasi.
“Ada media yang hanya ikut arus demi klik, tanpa niat memverifikasi. Ini ibarat mengail di air keruh.
Tapi ada juga yang patut diapresiasi seperti Kompas dan Bisnis Indonesia, yang menyajikan klarifikasi dalam hoaks kapal JKW Mahakam-Dewi Iriana melalui penelusuran mereka atas laporan tahunan, situs resmi, dan data pelacakan kapal,” ucapnya.
Melalui diskusi ini, para pembicara sepakat bahwa hoaks adalah musuh bersama. Penanggulangannya membutuhkan sinergi lintas sektor: akademisi, media, regulator, hingga masyarakat.
Perlindungan terhadap sektor maritim sebagai ujung tombak pertumbuhan ekonomi harus dimulai dengan membersihkan ruang publik dari hoaks.
“Langkah klarifikasi yang dilakukan oleh perusahaan pemilik kapal dan pernyataan resmi dari Komdigi dan Presiden Jokowi adalah tindakan tepat. Sekarang tinggal publik yang harus lebih cerdas dalam menyaring informasi,” pungkas Algooth.
#ACH
- https://www.hariankami.com/hukum-kami/23615350164/koordinator-satgas-antihoaks-pwi-pusat-isu-kapal-jkw-mahakam-jelas-hoaks