EKSEKUTIF – Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Dekopin telah resmi dibuka dengan megah di Hotel Mercure Ancol, Sabtu 4 hingga 6 November 2023. Acara ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Ketua Umum Dekopin, Prof. Dr. H.A. M. Nurdin Halid, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie selaku Ketua Dewan Penasihat Dekopin, Deputi Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UMKM Ahmad Zabadi, para ketua induk-induk koperasi, serta 28 ketua Dekopinwil dari seluruh Indonesia dan tamu undangan khusus.
Salah satu topik sentral dalam Rapimnas ini adalah sejumlah peraturan hukum terkait dengan koperasi. Dalam pembukaan, Ketua Umum Dekopin, Prof. Dr. H.A. M. Nurdin Halid, menyoroti beberapa isu krusial terkait dengan regulasi koperasi. Salah satunya terkait syarat mendirikan koperasi dalam UU Omnibus Law yang cukup atau minimal 9 orang sudah bisa mendirikan koperasi. Menurut Nurdin, ketentuan itu dapat menghasilkan koperasi-koperasi bodong.
“Ketentuan itu seperti memberi karpet merah kepada keluarga kaya untuk membentuk koperasi dan melakukan bisnis simpan pinjam kepada anggota dan masyarakat luas. Dengan boleh 9 orang, maka satu keluarga suami istri, anak, dan mantu sudah bisa mendirikan koperasi,” ujar Nurdin.
Prof. Nurdin Halid juga menyoroti kekurangan dalam UU Nomor 24 Tahun 2004 yang diubah dengan UU No. 7 Tahun 2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yang tidak menyertakan koperasi. Ia berpendapat bahwa negara seharusnya mendirikan LPS Khusus Koperasi mengingat jumlah anggota koperasi yang sangat besar.
Selain itu, ketua umum Dekopin juga mengkritik pembatalan secara mendadak pengesahan RUU Koperasi Tahun 2019, yang sudah disetujui di Rapat Tingkat I di Komisi VI dan tinggal ketuk palu di Sidang Paripurna DPR RI. Ia mengungkapkan kekhawatiran tentang pengaruh kekuatan kapitalis yang tidak ingin melihat koperasi besar dan maju.
“Karena itu, Dekopin menolak RUU baru versi pemerintah dibahas akhir 2023 ini. Biarkan DPR RI hasil pemilihan umum legislatif 2024 membahas ulang dan menetapkan RUU tahun 2019 yang sudah cukup ideal,” tegas Nurdin.
Dalam pandangannya, Rapimnas Dekopin 2023 akan menegaskan sikap politik Gerakan Koperasi Indonesia untuk menolak pembahasan RUU versi pemerintah oleh DPR RI pada akhir 2023, dan mendesak agar pembahasannya ditunda hingga setelah Pemilu 2024. Menurutnya, RUU tersebut berpotensi mengancam posisi, fungsi, dan peran Dekopin dalam mengoordinasikan gerakan koperasi di Indonesia.
Prof. Nurdin Halid juga menyebut beberapa alasan mengapa RUU versi pemerintah berbahaya bagi gerakan koperasi. Salah satunya adalah pengabaian terhadap keberadaan LPS Khusus Koperasi. Selain itu, ia menyoroti ketentuan pengawasan koperasi yang dianggap berbahaya dan tidak melibatkan Dekopin sebagai pemangku kepentingan utama dalam penyusunan RUU Koperasi.
Untuk itu, Rapimnas Dekopin akan merekomendasikan agar DPR RI hasil Pemilu 2024 mempertimbangkan untuk merevisi RUU tersebut. Hal ini mencakup mengesahkan RUU Tahun 2019 yang telah disusun dengan matang sebagai alternatif yang lebih sesuai dengan tujuan dan kepentingan gerakan koperasi.
Prof. Nurdin Halid juga menekankan pentingnya mengembangkan koperasi sebagai pilar ekonomi berbasis sumber daya alam dan budaya. Ia menyatakan bahwa ini akan membantu menjaga budaya gotong-royong dan kearifan lokal di tengah arus globalisasi dan digitalisasi yang cenderung individualistik.
Rapimnas Dekopin 2023 juga akan membedah visi-misi calon presiden dan wakil presiden yang berkaitan dengan Ekonomi Konstitusi dan peran koperasi dalam menjalankannya.
“Ini diharapkan akan memberikan pandangan yang komprehensif tentang bagaimana Indonesia dapat mengembangkan ekonomi kerakyatan sesuai dengan amanat Konstitusi dan Pancasila,” ujar Nurdin yang juga wakil ketua umum Partai Golkar.
Acara ini mencerminkan komitmen dan peran strategis Gerakan Koperasi Indonesia dalam pengembangan ekonomi kerakyatan di Indonesia. Diharapkan bahwa hasil dari Rapimnas Dekopin 2023 ini akan memberikan arah yang jelas bagi pergerakan koperasi di negeri ini dalam menghadapi berbagai tantangan dan peluang yang ada di masa depan.