EKSEKUTIF.com — Pimpinan Majalah MATRA yang juga CEO majalah EKSEKUTIF dalam rapat redaksi memberi info, sekaligus pencerahan, bahwa ada pejabat yang hebat. Sosok pimpinan daerah yang bisa menjadi inspirasi, untuk kita semua.
Sejak 1 Juli 2019, pria itu menjadi Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Bupati Kulonprogo mengisi posisi jabatan,dimana selama enam bulan “kosong kepala” di badan itu. Sosok yang bisa disebut orang desa, muncul menjadi men-nasional.
Sosok yang menjadi teladan dalam senyap, nasionalisme di Kulonprogo menjadi viral.
Presiden Jokowi, sepertinya ingin memberikan warna baru dan sistem meritokrasi di pemerintahan dengan memberi kesempatan orang daerah yang berprestasi naik jenjang karir di level nasional.
Syaratnya: eksekutor, tipe pekerja keras, punya hasil yang dicapai.
Yang pasti, Dr. Hasto Wardoyo, SP. OG.(K) adalah seorang dokterkebidanan.
Sang mantan bupati, sebagai mastermind dari deretan capaian greget Kabupaten Kulon Progo. Daerah ini, bukanlah daerah yang menjadi sorotan media.
Kini, Hasto dituntut berinovasi dan mengkongkritkan ide, membuat gebrakan revolusioner mewujudkan pengendalian angka pertumbuhan penduduk di Indonesia.
Pria berkacamata plus 2 ini sedang bekerja memberikan terobosan-terobosan baru di internal BKKBN, untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi pelayanan, demi terwujudnya pelayanan prima.
Ada beberapa hal lain, soal branding, stunting hingga kehidupannya yang diakui sendiri, sebagai menghayati kemiskinan.
Berikut wawancara S.S Budi Rahardjo MM untuk majalah MATRA. Petikannya:
BKKBN berencana untuk segera pindah duluan ke ibu kotanegara yang baru di Kutai Kertanegara dan Penajam Utara?
Puji syukur kepada Tuhan. Alhamdulliah Pak Jokowi sudah mengumumkan lokasi ibu kota baru. Jika diizinkan presiden, kami BKKBN siap memulai pindah yang pertama ke Kutai Kertanegara setelah ada persetujuan DPR nantinya.
BKKBN perlu segera memulai koordinasi dari Ibu kota baru dan melihat kesulitan-kesulitan yang ada. Agar nantinya, bisa menjadi bahan pembelajaran bagi kementerian dan lembaga yang lain.
Maksudnya?
Demi untuk memeratakan kesejahteraan rakyat, antara Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Membenahi pelaksanaan program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga dapat berjalan lebih maju.
Loh, memangnya tugas BKKBN seperti apa?
Tugas-tugas tersebut, diantaranya adalah menurunkan angka kenaikan jumlah penduduk secara signifikan. karena, laju pertumbuhan penduduk saat ini, masih tinggi. Perlu inovasi, agar dapat menurun sesuai dengan sasaran RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional).
Maksudnya?
Ditarget, agar penggunaan kontrasepsi secara konsisten, yang terbukti berhasil mengurangi angka kelahiran. Terus dikembangkan, melalui inovasi teknologi.
Juga mempopulerkan kembali program kependudukan, pogram keluarga berencana dan pembangunan keluarga sehingga para pemerintah daerah, memberikan dukungan maksimal untuk keberhasilan program tersebut.
Gimana caranya?
Pertama, saya ke daerah-daerah. Kita lihat dulu. Tiap daerah-daerah itu kan, beda-beda.
Kalau kita dengan kepala daerah telah sepakat mengenai data kependudukan, berapa angka kelahiran, berapa angka kematian, barulah kita mulai cari teknis yang cocok untuk suksesnya program KKBK.
Upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Pasalnya, ledakan pertumbuhan penduduk sangat berpotensi menyebabkan gejolak sosial dalam masyarakat. Penduduk adalah sentra pembangunan, jika tidak dikendalikan berpotensi menimbulkan gejolak sosial, maka dari itu harus ikut KB.
Rencana dan strateginya tentu saja berbeda. Tapi intinya, keluarga berkualitas dapat diukur dari peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga tersebut.
Dan, perempuan memegang peranan penting dalam mewujudkan keluarga berkualitas. Pasalnya, ibu adalah sekolah pertama bagi anak.
Benar. Karena dulu, BKKBN sukses karena campaing-nya luar biasa. Daripada sekadar teknis, kami punya target untuk merubah mindset, menunda usia perkawinan.
Memberi pengertian secara medis, yang ideal usia reproduksi adalah usia 20 tahun ke atas ke anak-anak muda, milenial.
Tentu saja, supaya ada pemahaman. Agar jangan terkena kanker, supaya mereka bisa menunda pernikahan, atas kesadaran diri sendiri dan punya cara pandang. Diisi pikirannya.Yang penting, substansinya, mengolahnya harus pas dan kena mereka.
Ini murni pengetahui medis agar paham resiko bahaya dalam berhubungan seks jika belum saatnya. Gaya kampanye nya pun dirubah secara revolusioner dengan gaya generasi milenial.
Kaum milenial sasaran inovasi, modul kesehatan milenial dan kyai atau ulama. Kami sudah melakukan FGD dengan kyai. Kami menarik kesimpulan, medsos penting sekali. Karena anak milenilal, mereka-mereka itu, menjadi “mahluk media sosial”, bukan “mahluk sosial”.
Jadi, kami berpegang dengan pemahaman: Didiklah sesuai jamannya. Karena mereka, tak lahir di jaman kita.
Contohnya seperti apa?
Kespro, kepo dengan masalah reproduksi. Setelah mens, seperti apa. Kami ingin, mengolah materi dengan menarik. Karena, kesehatan repsoduksi bukan pendidikan seks.
Program kesehatan reproduksi harus rebranding, membuat jargon, slogan baru. Kita akan lombakan, supaya kena di anak muda.
Iya. Jangan juga, terjadi di masyarakat miskin yang sudah punya anak banyak, ia tidak ingin hamil tapi enggak pakai kontrasepsi. Pemerintah harus hadir di situ.
Tak hanya memberi penjelasan, soal kesehatan reproduksi ke anak-anak remaja milineal saja.
Mendatangi masyarakat-masyarakat miskin itu, mengedukasi, untuk jangan hamil, jika memang tidak diinginkan. Tidak kawin di usia muda dan jangan hamil di luar nikah.
Kala itu, pak Haryono Suyono menjadi kepala BKKBN, memang luar biasa. Memastikan pasangan usia subur mendapat informasi kesehatan reproduksi, dan meningkatkan partisipasi program KB.
Masifnya program itu, sangat berhasil, karena bersama TNI-Polri.
Prinsip saya, harus belajar banyak. Karena pengalaman saya lebih banyak di pemerintahan daerah, bukan departemen. Yang kedua, belajar substansi, bahwa ada banyak hal yang harus disikapi terkait
masalah di Indonesia.
Lembaga mandiri. Memiliki renstra misi dan visi. Kami memiliki organik lengkap, penyuluh keluarga berencana di lapangan jumlahnya 14.566 ribu, yang mulai 2018 ditarik ke pusat, menjadi tanggung jawab BKBKN.
Total dengan orang di pusat dari eselon sampai staf, sekitar 18 ribu orang.
Sekarang ini mulai penataan. Orang milik kita, asset sampai di propinsi dan kecamatan, balai penyuluhan. Kami punya Kanwil di seluruh wilayah. Seperti kepolisian, punya Kapolda. Jadi badan ini besar, termasuk dari sisi anggaran. Tubuhnya gemuk.
Selama ini, anggaran hanya diratakan di tiap sektor. Dan, ujungnya tak banyak menghasilkan produk kebijakan yang baik untuk masyarakat. Karena itu, dalam menata anggaran saya dengan cara membuat prioritas. Kalau nanti, ternyata prioritasnya untuk pengembangan kontrasepsi.
Nah, pasti sektor itu yang paling besar. Kami juga harus menguatkan koordinasi kemitraaan dan kerjasama baik dalam maupun luar negeri.
Orang melahirkan itu, tak boleh mati. Orang melahirkan itu, seperti buang air besar. Saya orang yang optimis. Strategi minta anggaran, tentu harus disesuaikan keuangan Negara saat ini.
Jika belanja pegawai Rp 2,6 triliun, jika bisa separuhnya saja, sekitar Rp 5 triliun sudah pas, walau belum ideal. Tapi, yang sedang saya lakukan adalah, konesitas dengan berbagai mitra, biar PNS sibuk dengan jajarannya dan berdampak.
Kalau dari anggaran kurang, Negara agak rugi menggaji organic BKKBN. Sekarang ini, sekitar 70 persen dari total anggaran yang diterima, jumlahnya hanya untuk gaji mereka. Ini PNS, tidak boleh ada PHK.
Jadinya, harus dimaksimalkan, dengan kegiatan, yang mau tak mau menyangkut dana juga. Saya minta ke gubernur, gerilya ke samping-samping, termasuk menggerakan CSR (corporate social responsibility) dari swasta.
Di internal, begitu Anda masuk apa yang Anda lakukan?
Kami pertama ke Irtama, meminta semua catatan di BKKBN yang diberi catatan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Saya kasih waktu dan deadline ke bidang yang bermasalah itu. Harus bekerja lurus, tanpa kepentingan.
Pejabat jangan baper, saya terbuka. Ada pakta integritas, kalau tak tercapai harus minggir sendiri, harus punya visi bersama.
Pejabat itu Anda kasih sangsi apa?
Saya sebagai orang baru, tak boleh mentang-mentang. Harus lebih banyak mendengar dari mereka, organik PNS di BKKBN.
Keharmonisan penting. Jangan sampai disharmoni, karena pemimpinnya. Jika perlu, seperti iklan: “Mengatasi masalah tanpa masalah.
Hasto bersama Pengurus Forum Pimpinan Media Digital Indonesia & Asosiasi Media Digital Indonesia
Sebelum menjadi bupati Kulon Progo, ia dikenal sebagai dokter dan pengusaha bidang jasa kesehatan. Ketika menjadi Bupati Kulon Progo, Hasto memenangkan 46,29% suara, mengalahkan dua kandidat lain yang memperebutkan 53,71% suara.
Ia dilantik menjadi bupati Kulon Progo pada 24 Agustus 2013. Iapun kemudian memenangkan suara pada pemilihan Bupati Kulon Progo masa kerja 2017 — 2022.
Hasto adalah sosok pekerja lapangan yang mengetahui detail tentang permasalahan yang ada dan sekaligus memiliki latar belakang ilmu kedokteran. Pertama kali terpilih sebagai Bupati, ia dihadapkan Pekerjaan Rumah besar dengan berbagai permasalahan.
Kulon Progo yang dipimpinnya adalah daerah minus dengan tingkat angka kemiskinan cukup tinggi. Kulon Progo, saat itu, nyaris tak punya potensi apapun kecuali pertanian tradisional dan jajaran Pegunungan tandus jika musim kemarau kesulitan air.
Pertama menjabat Hasto menjadi pemimpin daerah yang saat itu sepi, mayoritas warganya manula dan perekonomiannya minus.
Tekadnya sebagai pemimpin daerah saat itu bagaimana rakyatnya bisa sejahtera dan perekonomian bisa berjalan.
Melalui gagasan brilian, eksekusi yang cepat dan kerja keras, butuh hanya dua tahun Hasto menyulap Kabupaten Kulon Progo dipimpinnya menjadi daerah ramai dan menuju makmur.
Pariwisata mulai menggeliat, hasil pertanian mulai dijual keluar daerah, industri rakyat mulai bergerak kembali.
Sang Bupati mengawalinya dengan mendorong PNS membeli beras pada para petani lokal agar padi hasil pertanian sawah petani bisa menghasilkan uang. Ia mengajak warganya keluar dari kemiskinan, dengan kekuatan sendiri.
Alumni Fakultas Kedokteran UGM ini memberi teladan dalam senyapnya publikasi. Ia memulai dengan gerakan “Bela dan Beli Kulonprogo”. Antara lain, dengan mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan pelajar dan PNS di sana mengenakan seragam batik geblek renteng, batik khas Kulonprogo, pada hari tertentu.
Ternyata, dengan jumlah 80.000 pelajar dan 8.000 PNS, kebijakan ini mampu mendongkrak industri batik lokal. Sentra kerajinan batik tumbuh pesat, dari cuma dua menjadi 50-an.
Seribuan perajin batik Kulonprogo yang biasanya bekerja di Yogyakarta, kini bisa bekerja di Kulonprogo. Uang ratusan miliar rupiah dari usaha kecil ini berputar di Kulonprogo.
Hasto, yang menjabat Bupati sejak 2011, juga berusaha menjamin pendapatan petani lokal, dengan mewajibkan setiap PNS membeli beras produksi petani Kulonprogo, 10 kilogram per bulan. Bahkan beras raskin yang dikelola Bulog setempat, kini menggunakan beras produksi petani Kulonprogo.
Sang Bupati yang juga dokter spesialis kandungan ini juga membuat PDAM mengembangkan usaha, dengan memprodusi air kemasan merk AirKu (Air Kulonprogo).
Selain menyumbangkan PAD, keberadaan air kemasan ini membangkitkan kebanggan warga setempat dengan mengkonsumsi air produk sendiri. AirKu kini menguasai seperempat ceruk pasar air kemasan di Kulonprogo.
Berbagai terobosan melalui gerakan program ini menyebabkan kabupaten Kulonprogo masih bisa tetap menerima pendapatan darah yang memadai, meskipun menerapkan pembatasan iklan rokok yang diatur dalam Perda Nomor 5 tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Anda menyebut Indonesia dalam situasi darurat rokok?
Ya. Literasi dan pemahaman akan risiko merokok, khususnya pada kesehatan keluarga serta kesehatan reproduksi masih terbatas.
Konsumsi rokok di masyarakat, telah pada titik yang merugikan bukan hanya berakibat pada kesehatan keluarga, tetapi juga kondisi ekonomi keluarga.
Itu sebabnya, di Kulonprogo, Anda tidak mengijikan papan iklan rokok?
Memimpin daerah, bukan cuma soal menggenjot pendapatan. Tapi, menempatkan posisi moral yang memihak rakyat.
Dalam hal ini, membela hak kesehatan rakyat. Memang, kebijakan ini mengurangi pendapatan daerah, tapi sudah menjadi pilihan saya ketika memimpin.
Diharapkan, para PNS memiliki tanggung jawab yang tinggi, disiplin dan berintegritas tanpa perlu selalu diperingatkan setiap saat.
Tidak terbayang. Saya dokter sejak di puskesmas, dokter kebidanan. Tapi, apa yang dilakukan BKKBN saya selalu kerjasama. Ilmu saya kan, di bidang hormon dan kontrasepsi.
Jadi, bukan hal asing, kalau saya ke BKKBN, sama saja saya kembali ke dunia saya, kembali ke habitat. Ketika menjadi bupati, saya juga masih praktek sebagai dokter, seminggu dua kali.
Ha-ha-ha. Saya mengembangkan nilai kemanusiaan, untuk memasuki politik.Waktu sekolah SMP, saya bercita-cita di bidang pertanian dan kehutanan.
Anak ke delapan. Kakak-kakak saya, tak ada yang sekolah, karena memang tak ada biaya. Bapak merupakan mandor hutan, golongan dua pensiun.
Oh, itu dulu di Klepu, saya biasa ngarit untuk kambing saya. Kambing itu dibeli dari ayam yang dipelihara. Dan, setelah kambing berkembang kemudian dibelikan sapi.
Saat menjadi dokter, binatang itu terjual satu demi satu untuk biaya hidup, buku-buku dan lain-lain. Ternyata, kemiskinan bisa diatasi.
Saat SMP saja, saya punya kambing 12, padahal orang miskin. Belajar sembari menggembala kambing itu. Belajar naik sepeda, sembari menggembala kambing.
Saya agak idealis. Saya memilih yang pahit, ketika pilihan mau tugas di kota atau pedalaman, saya memilih pedalaman. Walau sulit, saya enjoy. Saat itu, belum menikah. Punya pacar, dokter juga, kalau ngapel saya membawa perahu, melewati sungai.
Kami juga bangun puskesmas, masyarakat gotong royong, ada yang membawa kayu, semen, dan membantu konsumsi. Masyarakat senang.
Sebagai dokter di pedalaman Kalimantan Timur. Usia 26 tahun, masih single, usai lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada 1989. Memang, banyak dokter yang ditempatkan di puskesmas pedalaman tersebut.
Namun, kebanyakan hanya bertahan 2-3 hari saja. Saat ditempatkan di daerah terpencil, begitu menikmati tugas.
Menemukan benang dari hewan, untuk menjahit tubuh manusia, saat kecelakaan. Bahkan, sering melakukan kegiatan di luar bidang medis. Saya juga ngajar SD, SMP karena di sana guru juga kurang. Ngajar Pramuka juga.
Sebelum saya menjadi bupati. Klinik kecil, dibangun dari hasil menabung. Nama klikniknya Sadewa. Nama Sadewa, diambil dari nama wayang yang nomer lima, sederhana tapi cerdas. Konsepnya menolong pasien miskin dan obatnya generik.
Mengukur kita kaya atau belum, gampang saja. Saat kita tak bisa bekerja lagi, misalnya kena seseorang kena stroke. Apakah keluarga dan kita bisa hidup sediakala, dengan pendapatan yang ada. Itu yang saya jalankan dalam kehidupan.
Menjadi bupati, Anda tak main proyek dan main komisi?
Ternyata bisa. Tuhan atur semua. Rejeki dari klinik, sudah bisa hidup. Tak harus rumah bagus atau mobil mewah. Anak anak, kalau ada rejeki dan mau beli mobil, yang bekas saja. Biar roda ekonomi ke masyarakat.
Mobil setengah pakai, kan, uangnya berputar ke rakyat. Keluarga saya tak ada yang jadi pemborong, yang ada kegiatan dengan kabupaten.
Saat menjadi bupati, banyak Peraturan daerah (Perda) saya yang pahit, misalnya menggusur tanah untuk bandara, perda tak boleh hiburan malam. Tapi, alhamdulilah semua didukung warga.
Kalau tak lagi di BKKBN, legacy apa yang Anda ingin tinggalkan?
Harus meninggalkan sistem, efektif dan efesien. BKKBN perlu itu, perlu di hatinya di anak muda. Kalau dulu, di hati rakyat, kalau sekarang bisa separuh bagus.
Kampanye untuk mencegah stunting, angka kematian ibu harus bisa menurun dengan periode yang drastis. Indonesia belum punya sejarah itu.
Ngomong-ngomong, sebenarnya Anda kenal baik dengan presiden Jokowi?
Hanya beberapa kali bertemu, saat pak Jokowi menjadi bupati Solo. Saat saya menerima penghargaan di istana, beliau Presiden, malah saya ditanya ini itu, ya ngobrol. Beliau kan bupati senior, dibanding saya. Tukar pengalaman.