Hari Anti Narkoba Internasional 2024 di SKA Convention and Exhibition Center Pekanbaru

Bersama komjen (P) Gories Mere di Hani 2024

EKSEKUTIF.com — Menginvestigasi Pemahaman Mendalam tentang Hukum Narkotika di Indonesia

 

Pada Hari Anti Narkoba Internasional 2024, suasana di SKA Convention and Exhibition Center, Pekanbaru, begitu kental dengan semangat perlawanan terhadap peredaran gelap narkotika.

Acara ini bukan sekadar pertemuan rutin; di dalamnya terjadi refleksi mendalam mengenai kebijakan hukum narkotika di Indonesia, yang menjadi fokus utama dalam berbagai pidato dan diskusi.

Di antara para tamu undangan yang hadir, tampaklah sosok yang sangat dihormati, Anang Iskandar, seorang aktivis mantan polisi yang gigih dalam memerangi narkoba. Dikenal sebagai bapak rehabilitasi, Anang Iskandar telah memainkan peran vital dalam pembentukan kebijakan dan strategi penanggulangan narkotika di tanah air.

Bersama duta besar Seychelles. Namanya Nico Barito / Utusan Khusus Presiden Seychelles untuk negara ASEAN

“Kunci utama dalam menghadapi tantangan narkotika adalah investasi dalam pencegahan,” demikian ungkapannya dalam wawancara eksklusif di HANI 2024. Pernyataan ini mencerminkan kebijakan yang dianut Indonesia dalam UU No. 35 Tahun 2009, di mana pendekatan pencegahan menjadi fokus utama melalui tiga tahap: primer, sekunder, dan tersier.

Pencegahan primer, yang menargetkan individu yang belum terlibat dengan narkotika, bertujuan untuk mencegah agar mereka tidak terjerumus dalam penyalahgunaan. Sedangkan pencegahan sekunder, yang mengharuskan penyalahguna narkotika melaporkan diri untuk rehabilitasi, berusaha mencegah kembalinya mereka ke dalam kebiasaan buruk setelah mendapatkan bantuan. Namun, implementasi pencegahan ini tidak selalu berjalan mulus di lapangan.

“Penyalahguna narkotika yang melaksanakan kewajiban hukum wajib lapor bisa mendapatkan pengampunan pidana,” jelas Anang Iskandar, menjelaskan bagaimana sistem hukum Indonesia memberikan insentif bagi mereka yang mau memperbaiki diri melalui rehabilitasi.

Namun, tantangan utama terletak pada implementasi yang konsisten dari kebijakan ini. “Pencegahan sekunder dan tersier sering kali tidak berhasil karena berbagai faktor, termasuk kekurangan sosialisasi dan ketakutan akan penegakan hukum,” tambahnya dengan serius.

Implementasi yang tepat dari UU No. 35 Tahun 2009 adalah krusial dalam menekan peredaran narkotika di Indonesia. Meskipun demikian, kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penegakan hukum masih sering terjadi, yang menyebabkan anomali dalam sistem peradilan.

“Kita memerlukan pendekatan yang seimbang antara rehabilitasi dan penegakan hukum,” tegasnya, sambil menyoroti keberhasilan negara-negara lain seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat dalam menangani masalah narkotika melalui pendekatan yang lebih humanis.

Sebagai kesimpulan dari perbincangan ini, Anang Iskandar menekankan pentingnya bagi pemerintah Indonesia untuk mengimplementasikan kebijakan yang sesuai dengan semangat HANI 2024: “Bukti sudah jelas, investasikan dalam pencegahan.” Hal ini tidak hanya untuk menanggulangi peredaran gelap narkotika, tetapi juga untuk melindungi dan menyelamatkan masyarakat Indonesia dari ancaman bahaya narkotika.

Sebagai pesan terakhir, dalam momen yang sarat makna ini, kita diingatkan kembali bahwa melawan narkotika bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tugas bersama seluruh lapisan masyarakat untuk membangun masa depan yang lebih baik dan bebas dari narkotika.

Dengan demikian, semoga upaya keras ini membawa perubahan positif yang berkelanjutan dalam melawan peredaran gelap narkotika di Indonesia, menuju masyarakat yang lebih sehat dan bermartabat.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.