EKSEKUTIF- Setiap individu memiliki potensi dan kemampuan tersendiri yang menjadi keunikan sebagai persepsi atas dirinya yang bisa dioptimalkan untuk mendukung kesuksesan dalam hidupnya. Potensi ini dikenal pula sebagai personal branding yang bisa mendukung keberhasilan karir seseorang dalam suatu organisasi maupun perusahaan.
Personal branding atau merek diri merupakan proses pembentukan persepsi masyarakat atau publik terhadap individu atau seseorang dari berbagai aspek. Meliputi aspek kepribadian, kemampuan, nilai, serta persepsi positif yang ditimbulkan atau yang terdapat dalam diri individu.
Terbentuk melalui proses dan setiap individu memiliki potensi dan keunikan masing-masing yang sangat penting untuk bina dan kembangkan untuk membantu perkembangan untuk kesuksesan dalam hidupnya. Branding akan membantu seseorang individu menjadi otentik, sehingga lebih mudah dalam memenuhi hal-hal dalam hidupnya, termasuk dalam karir atau mengembangkan usaha.
“Personal branding is crutial for you and other- personal branding atau pencitran diri sangat penting bagi Anda dan orang lain,” ujar Ria R. Christiana, Brand Strategist, penulis buku “True Self My Brand Stories” dalam kesempatan bincang dengan awak media di Jakarta, beberapa waktu lalu sekaligus mengenalkan karya buku yang diterbitkan Grup Kompas Gramedia ini.
Ria mengakui, buku True Self My Brand Stories, berisi tentang pengalaman dan proses kreatif yang dijalani selama malang melintang di dunia merek dan komunikasi selama puluhan tahun di beberapa peruahaan yang pernah disinggahinya. Puluhan tahun malang melintang di bidang merek dan komunikasi di beberapa multinational company (shell & sampoerna) dan sekarang mengelola perusahaan konsultannya sendiri bernama dbrandcom. Melalui buku berjudul “True Self My Brand Stories, Ria ingin membantu banyak individu maupun para pemilik brand/merek, hingga korporasi, untuk memahami proses dalam melakukan pengembangan dan integrasi branding. Juga membantu orang lain untuk menghidupkan dan mengembangkan brand-nya. “Setiap individu itu memiliki brand-nya sendiri. Saya misalnya, dengan proses yang saya alami dan kondisi saya saat ini, itulah brand saya,” tuturnya.
Dari Proses Pengalaman
Pernah divonis mengidap dua penyakit ‘serius’ dalam kurun waktu hampir bersamaan, tak membuat perempuan yang memiliki pengalaman profesional lebih dari 20 tahun di perusahaan besar ini, patah semangat. Meski harus menjalani hidup di kursi roda, namun ia justru makin terlecut untuk menunjukan siapa jati dirinya dan terdorong untuk banyak membantu orang lain dari kemampuan yang dimiliknya.
Terutama melalui pemahaman tentang proses personal branding dan membuat strategi untuk ‘Live the Brand Story’ dengan menulis 3 buku. Salah satu bukunya, True Self My Brand Stories, ia berupaya membantu para pemilik brand/merek, korporasi, hingga individu untuk memahami proses dalam melakukan pengembangan dan integrasi branding, membantu semua orang untuk menghidupkan brandnya.
“Saya sempat divonis lumpuh, tapi atas kemurahan Allah saya bisa tetap berkarya hingga kini. Delapan tahun terakhir hidup saya bergantung pada kursi roda. Semua kegiatan saya lakukan di sini, termasuk bekerja. Jadi walau saya harus pakai kursi roda ke mana-mana, tetapi tetap bisa produktif. Setelah saya terbitkan buku, saya kerap diundang untuk training karyawan, isi seminar pelatihan dari berbagai perusahaan, terutama sharing tentang personal branding dan juga strategi pemasaran,” ujar Pendiri Perusahaan Konsultan merek strategis -Dbrandcom ini.
Dijelaskan, buku True Self My Brand Stories, berisi tentang pengalaman dan proses kreatif yang dijalaninya selama malang melintang di dunia merek dan komunikasi selama puluhan tahun di beberapa perusahaan. Disajikan dengan format simpel dengan bahasa sederhana agar mudah difahami dan langsung diimplementasikan. Buku ini lanjutnya, bisa diaplikasikan untuk membimbing setiap pribadi untuk mengenal yourself personal branding atau mengembangkan karyawan dalam sebuah perusahaan berdasarkan potensi masing-masing individunya.
“Sebenarnya buku ini saya dibuat sejak tahun 2018, namun tidak langsung saya diterbitkan karena saya ingin mengujinya dulu. Saya ingin meyakinkan dulu bahwa apa yang saya utarakan dalam buku dari pengalamaan saya ini, benar-benar ada hasil dan bisa teruji secara empiris. Makanya saya banyak praktik dulu melalui berbagai kegiatan. Nah setelah terbukti berhasil, baru setahun kemudian saya percaya diri buku ini akhirnya diterbitkan untuk dinikmati khalayak umum. Melalui buku ini saya ingin membantu agar juga bisa memberi manfaat bagi banyak orang,” ujarnya.
Sebagai orang yang kenyang pengalaman di bidang branding dia menilai esensi dari branding adalah why does your brand exist. Seorang pemiliki atau pengelola merek harus tahu apa alasan brand nya hadir di tengah-tengah masyarakat.“Yang bikin bertahan ya aspek why-nya. Branding memang banyak hubungannya dengan reputasi dan sustainabilty, bukan volume (sales). Jadi ada brand yang terlihat lambat perkembangannya tapi tetap sampai ke tujuan,” tuturnya.
Meski demikian diakui ada kalanya memang brand yang terpaksa terhenti langkahnya di tengah jalan. Menurutnya kematian sebuah brand ada banyak faktor, bisa diakibatkan alasan (why) kehadiran brand tersebut tidak cukup di pasar atau faktor lainnya, sehingga harus dihentikan karena kalkulasi bisnis. “Saya sendiri juga sudah banyak pemngalaman mematikan brand saat masih di peruisahaan, pernah mematikan suatu brand rokok,”ujarnya.
Lebih lanjut Ria menjelaskan, konsep tentang brand hadir lebih dulu dari marketing. Jika diibaratkan makhluk hidup, brand itu adalah ruh dan marketing sebagai otaknya. “Punya alasan bagus untuk hadir di pasar tapi strategi marketing keliru maka akan gagal, bikin pricing salah, promosi salah ya gak jalan. Jadi selalu ada esensi why dibalik what. Why biasanya ada di brand owner, terserah dia punya ilmu brand atau tidak, brand owner yang tahu why nya,” bebernya.
Menurutnya, untuk membangun merek sendiri, seseorang harus mengenali dulu siapa dirinya, apa passion yang kita miliki dan sebagainya. “Personal branding itu perlu agar orang kenal kita dan selanjutnya bermanfaat bagi orang lain. Misalnya, kita jago menulis atau fotografi. Itulah brand yang perlu dikembangkan. Di buku, saya gunakan EDA Framework (Embrace myself, Design my brand, Act upon it). Embrace myself memiliki makna bahwa kita ini spesial namun orang lain juga spesial namun kita unik dan autentik. Selanjutnya berani mempelajari value yang unik yang akhirnya akan menjadi kita lebih percaya diri,” ujarnya.
Saat ini Ria R Christiana adalah Praktisi dan Konsultan di bidang Brand & Communication dengan pengalaman profesional selama 25 tahun. Dia telah banyak membantu orang lain untuk memahami proses branding dan membuat strategi untuk ‘Live the Brand Story’. Ia kini juga memfokuskan pikiran, tubuh, dan jiwanya untuk mempelajari Islam untuk belajar mengenal Tuhan melalui perjalanan transformasi hidupnya dengan dibimbing oleh guru-guru terkemuka di Indonesia dan luar negeri. Dia adalah pendiri Indonesia Syiar Network (ISN), dan di jaringan internasional, dia aktif terlibat dalam organisasi nirlaba Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC) untuk mengkampanyekan gerakan gaya hidup halal secara global dan mengembangkan literasi gaya hidup halal di Indonesia. (ACH)