HUT Ke-8 PAAI, Dorong Peningkatan Profesi Agen Asuransi 

Ketua Panitia HUT PAAI ke-8, Herold CFP (kanan) dan Ketua Umum PAAI, H. Muhammad Idaham (kiri) saat jumpa pers.
EKSEKUTIF.com-Hingga kini, profesi agen asuransi masih kerap dipandang  dengan sebelah mata dan hanya dijadikan pilihan terakhir dalam dunia kerja, termasuk kaum millenial  yang kini memasuki dunia kerja. Padahal seiring meningkatnya jumlah perusahaan asuransi di Indonesia, profesi ini juga memiliki prospek yang masih menjanjikan. 
“Faktanya memang seperti itu ya…. Banyak orang meremehkan apa yang kami lakukan. Sehingga profesi ini juga tak banyak diminati, termasuk kaum millennial. Dan dari catatan data kami, dalam dua tahun terakhir ini, ada penurunan jumlah agen asuransi yang cukup signifikan. Tahun 2022 terdapat sekitar 600 ribuan agen asuransi, dan saat ini turun menjadi 500 ribu atau  ada penurunan 100 agen. Inilah yang kita sedang cermati. Karena itu pada momen perayaan HUT ke-8 PAAI (Perkumpulan Agen Asuransi Indonesia) ini, kita angkat tema: Agen Asuransi, Profesi Bermartabat,” ujar Ketua Panitia HUT PAAI ke-8, Herold CFP dalam paparan pers (10/10/2024), di Jakarta.
Dalam kesempatan ini, Ketua Panitia HUT PAAI ke-8 ini mengungkapkan dua tantangan utama yang dihadapi agen asuransi, yaitu praktik poaching atau perekrutan agen secara tidak sehat, dan repricing atau penyesuaian premi akibat inflasi biaya medis. Selain itu, kualitas agen di Indonesia juga masih belum seragam.
“Praktik poaching di mana agen pindah perusahaan karena tawaran kompensasi yang lebih tinggi berpotensi menciptakan ketidakstabilan di industri dan menghambat perkembangan agen secara berkelanjutan. Soal kualitas, banyak agen asuransi yang belum memenuhi standar kualitas dalam pengetahuan produk, etika pelayanan, dan kemampuan berkomunikasi,” tukasnya.
Tantangan lain yang dihadapi adalah inflasi biaya medis, yang menyebabkan kenaikan premi asuransi kesehatan. Biaya medis yang semakin mahal, perkembangan teknologi rumah sakit, serta kenaikan harga obat membuat perusahaan asuransi harus menyesuaikan premi. Selain itu, over-utilization di beberapa rumah sakit, di mana tindakan medis yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, juga menambah beban biaya medis. Ini berdampak pada peningkatan rasio klaim yang signifikan di perusahaan asuransi, sehingga premi harus disesuaikan.
“Ini tentu mempengaruhi daya beli dan minat masyarakat terhadap produk asuransi, dan agen harus mampu menjelaskan penyesuaian ini dengan bijak kepada nasabah,” kata Herold lebih lanjut.
Dinamika Digital 
Hal senada disampaikan Ketua Umum PAAI, H. Muhammad Idaham. Menurutnya  adanya penurunan jumlah profesi agen asuransi ini, tak lepas dari dinamika baru yang berkembang, salah satunya era digital yang kian berkembang pesat sejak pandemi, di mana hal ini juga telah mempengaruhi adanya  pola baru dalam memasarkan produk asuransi di kalangan masyarakat. Apalagi   sejak pandemi covid-19, Perusahaan asuransi  juga banyak melakukan transformasi digital untuk sistem penjualan dan menutup layanan beberapa kantor cabang yang tentu juga berdampak pada agen konvensional.
“Saya kira tren digitalisasi ini juga perlu dicermati, karena faktanya memang ini juga mempengaruhi pola penjualan konvensional. Jadi digitalisasi ini memang tak bisa kita hindari, dan tentu perlu ada solusi, termasuk memberikan edukasi, peningkatan wawasan dan literasi digital bagi pelaku dan profesi agen asuransi agar mereka bisa menyesuaikan diri. Menurut saya dengan meningkatnya jumlah industri asuransi, prospek agen asuransi juga masih tetap menjanjikan,” ungkapnya.
Dalam press rilisnya disebutkan, industri asuransi di Indonesia terus berkembang dengan bertambahnya jumlah perusahaan asuransi dan agen yang berperan penting dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa hingga tahun 2023 terdapat 148 perusahaan asuransi di Indonesia yang terdiri dari perusahaan asuransi jiwa, asuransi kerugian, reasuransi, BPJS, dan penyelenggara asuransi wajib.
Seiring dengan peningkatan itu, agen asuransi juga memiliki peran penting dalam memberikan edukasi dan membantu nasabah memilih jenis asuransi yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Selain itu, ia juga menekankan bahwa jumlah agen di Indonesia masih jauh dari cukup.
“Indonesia adalah negara dengan populasi yang besar, dan masih banyak masyarakat usia produktif yang belum terjangkau oleh perlindungan asuransi. Karena itu, peningkatan jumlah agen, serta kualitas mereka, sangat diperlukan. Karena fungsi agen asuransi itu tidak hanya sekadar menjual produk, tetapi juga sebagai advisor yang memberikan pendapat dan panduan kepada nasabah, agar mereka mendapatkan perlindungan yang tepat,” ungkap Idaham.
PAAI berharap industri asuransi di Indonesia semakin berkembang dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya proteksi diri dan keluarga. Edukasi yang berkelanjutan tentang manfaat asuransi, inovasi produk yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, serta peran aktif agen dalam menjangkau berbagai lapisan masyarakat menjadi kunci utama.
“Kami juga akan terus mendorong dan menekankan pentingnya kerjasama yang erat dengan pihak regulator seperti Dewan Asuransi Indonesia (DAI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) untuk bersama mendorong Kejuan uisaha ini,” tambahnya.
Kolaborasi ini lanjutnya, diperlukan untuk memastikan regulasi yang mendukung pertumbuhan industri, melindungi kepentingan konsumen, dan menjaga profesionalisme agen dalam menjalankan tugas,” ujarnya. (ACH)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.