Catatan Pinggir Mantan Menperin Saleh Husin, Repost Hariankami.com

  • Salah kaprah: B30 bukan penyebab naiknya Migor

EKSEKUTIF.com  — Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia membantah produksi biodiesel menjadi biang kerok mahalnya harga minyak goreng dalam beberapa waktu terakhir.

Ketua Umum Aprobi M. P. Tumanggor menegaskan bahwa kebutuhan minyak kelapa sawit (CPO) untuk pembuatan biodiesel tidak akan menganggu pasokan minyak goreng, begitupun sebaliknya.

“Sama sekali tidak ada hubungannya. Produksi biodiesel tidak ada kaitan dengan itu,” kata Tumanggor, Rabu (23/2/2022).

Berdasarkan catatan Aprobi, produksi minyak kelapa sawit nasional mencapai hampir 47 juta ton per tahun. Industri petrokimia dan biodiesel hanya menyerap masing-masing 1,7 juta ton dan 8,17 juta ton.

“Untuk minyak goreng itu paling 4-5 juta kilo liter. Untuk makanan 8 juta. Kebutuhan dalam negeri itu sekitar 18 juta, sisanya kita ekspor. Jadi enggak ada hubungannya,” kata Tumanggor.

Menurutnya, persoalan mahalnya minyak goreng adalah masalah distribusi. Hal tersebut, kata Tumanggor, bahkan sudah diakui langsung oleh Kementerian Perdagangan selaku regulator.

“Ini jaringan distribusi yang menjadi masalah. Biodiesel ini sudah ada sejak 2006. Transformasi B10, B20, B30 enggak ada gejolak minyak goreng. Kenapa enggak tersalur ke bawah? Ini yang sedang dilihat,” katanya,

Selain itu, Tumanggor memandang, kenaikan harga minyak goreng tak lepas dari kenaikan harga CPO. Hal ini akhirnya menambah beban biaya produksi minyak goreng itu sendiri.

“Kebijakan pemerintah ini sudah bagus mengharuskan kebijakan DMO [domestic market obligation] dan DPO [domestic price obligation]. Harus dicatat, harga CPO Indoneisa itu lebih murah dari harga internasional,” jelasnya.

Tumanggor menegaskan bahwa produsen menjual biodiesel ke badan usaha bahan bakar minyak dengan harga keekonomian, sejalan dengan ketentuan Kementerian ESDM.

“Jadi biodiesel tidak ada kaitan soal ini. Sekarang, produsen biodiesel dapat upah proses produksi US$ 85. Kalau minyak goreng, dia beli CPO harga pasar,” tegasnya.

Hal senada turut dikemukakan Ketua Harian Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan. Paulus membantah tudingan yang menyebut produsen biodiesel kerap mendapatkan insentif dari pemerintah.

“Sesungguhnya, masyarakat yang mendapatkan subsidi karena bisa menggunakan bahan bakar yang lebih bersih seharga solar,” katanya.

Paulus mengatakan, selama ini para pengusaha sudah mendapatkan mandat untuk menjual biodiesel di dalam negeri. Namun, Paulus mengakui, harga yang dipatok memang relatif sangat kecil.

“Kita jual ke pemerintah Rp 13 ribu. Harga internasional saat ini US$ 1.615. Dengan kurs sekarang, jadi Rp 19.000-an. Kita mau jual ke Singapura atau ke China bisa segitu. Kalau di Indonesia Rp 13.000,” katanya.

BACA JUGA: Majalah MATRA edisi Februari 2022, klik ini

 

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.