Oleh: Dr Anang Iskandar SH, MH
Menanggapi Prokontra Korting Pidana Mati
Sebaliknya saya mengecam kepada hakim yang menghukum penjara terhadap perkara narkotika yang terbukti sebagai penyalah guna.
Hukuman mati bagi sindikat narkotika berdasarkan UU yang berlaku memang tepat dijatuhkan kepada sindikat narkotika oleh hakim pengadilan negeri, tetapi hakim tinggi menganulir terpidana mati anggota sindikat narkotika menjadi pidana penjara juga termasuk hakim yang smart
Saya acungi jempol kepada hakim tinggi yang pemikirannya jauh ke depan. Ini alasannya.
Dalam Konvensi Tunggal Narkotika tahun 1961 beserta protokol yang merubahnya, yang diratifikasi oleh pemerintah, kemudian menjadi UU no 8 tahun 1976 tentang pengesahan konvensi tunggal narkotika 1961 beserta protokol.
Yang merubahnya mengatur bahwa hukuman bagi pengedar narkotika berupa hukuman badan atau hilangnya kebebasan bukan hukuman mati. (pasal 36 UU no 8/1976)
Cara melawan peredaran gelap narkotika ditentukan dengan membentuk badan atau instansi yang bertanggung jawab mengkoordinasikan langkah preventif dan represif dalam melawan peredaran gelap narkotika dan melakukan kerjasama internasional (pasal 35 UU no 8/1976).
Sedangkan cara melawan penyalahgunàn narkotika juga ditentukan dengan cara memberikan perhatian khusus kepada penyalah guna narkotika, mencegah , merawat, mendidik, merehabilitasi, after care dan reintegrasi sosial serta mengkoordinasikan segala upaya untuk tujuan ini.(pasal 38 UU no 8/1976).
UU no 8 tahun 1976 tersebut dijadikan dasar dibuatnya UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika yang berlaku sekarang ini dengan modifikasi disesuai juridiksi hukum pidana yang berlaku di Indonesia.
Sehingga UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika mengatur ketentuan ketentuan mengenai:
1. Tujuan UU narkotika
Tujuan UU narkotika esuai dengan konvensi yaitu pertama: menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan obat.
Kedua: mencegah, melindungi dan menyelamatkan penyalah guna. Ketiga: memberantas peredaran gelap narkotika dan Keempat menjamin pengaturan upaya rehabilitasi bagi penyalah guna dan pecandu.(pasal 4).
2. Ancaman pidana
Bagi pengedar berupa ancaman pidana minimum 4 tahun penjara dan hukuman maksimum pidana mati.
Bagi penyalah guna ancaman pidananya berupa pidana maksimum untuk golongan 1 diancam pidana maksimum tiga tahun penjara, untuk golongan dua tahun penjara, untuk golongan 3 maksimum dua tahun penjara (pasal 127/1).
3. Bentuk hukuman.
Bentuk hukuman bagi penyalah guna berupa rehabilitasi, dimana masa menjalani rehabilitasi atas putusan atau ketetapan hakim diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman (pasal 103/2).
Bentuk hukuman bagi pengedar berdasarkan pasal 10 KUHP.
Selama proses peradilan terhadap sindikat narkotika hukuman mati yang dijatuhkan hakim sah berdasarkan ketentuan perundang undangan yang berlaku.
Akan tetapi ketika memasuki tahap eksekusi terpidananya, pasti mengalami benturan hukum antara yuridiksi hukum pidana Indonesia. Dan, yuridiksi konvensi meskipun konvensi harus menyesuaikan dengan yuridiksi hukum pidana indonesia.
Benturan tersebut bagi pemerintah sangat merugikan yang dapat menyebabkan keretakan hubungan diplomatik (baca: eksekusi pidana mati perkara narkotika dan keretakan diplomasi).
Sedangkan kalau tidak dieksekusi pemerintah dikecam oleh masarakatnya sendiri.
Akibatnya banyak terpidana mati narkotika yang jumlahnya ratusan yang tidak dieksekusi, ada yang sudah 10 tahun bahkan ada yang lebih dari 20 tahun belum dieksekusi.
Itu sebabnya saya acungi jempol kepada hakim pengadilan tinggi yang mengkorting hukuman mati bagi sindikat narkotika, menjadi hukuman seumur hidup atau hukuman penjara 20 tahun.
Sebaliknya, saya mengecam hakim yang menghukum penjara bagi perkara narkotika yang terbukti sebagai penyalah guna narkotika yaitu perkara menggunakan narkotika atau mengkonsumsi narkotika yang ditandai dengan jumlah barang bukti terbatas, sesuai yang ditentukan oleh Mahkamah Agung dalam SEMA no 4 tahun 2010.
Salam anti penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Rehabilitasi penyalah gunanya dan penjarakan pengedarnya.
#Penulis adalah aktivis anti narkoba.
Komisaris Jenderal Polisi (Pur) Dr. Anang Iskandar, S.H., M.H. Pernah menjabat sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal Polri dan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN). Pria yang berpengalaman dalam bidang reserse ini sekarang menjadi penulis buku dan dosen.
International Day against Drug Abuse and Illicit Trafficking