Mojokerto – Sengketa kasus atas kepemilikan tanah di Desa Kalikatir, Begaganlimo dan Wonoploso Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto Provinsi Jawa Timur, mulai mendapat titik terang.
Pasalnya, warga Desa Kalikatir telah menunjuk pengacara kondang JS Simatupang, SH, sebagai kuasa hukum untuk membela hak-hak mereka.
Menurut JS Simatupang pihaknya sudah menerima kuasa dari 256 warga Desa Kalikatir, Desa Wonoploso dan Desa Begaganlimo untuk mengurus kepemilikan tanah mereka agar kembali kepada pemilik aslinya.
“Kita sudah tempuh secara prosedural. Salah satunya memasang iklan pemberitahuan di surat kabar selama tiga hari berturut-turut,” jelas Simatupang yang didampingi Ketum BKN Muhammad Rofii Mukhlis
Lebih lanjut ia mengatakan pihaknya sebagai kuasa hukum menyatakan secara resmi kepada siapa pun yang saat ini memegang atau menguasai sertifikat tersebut tanpa hak untuk segera mengembalikan pada alamat kantor yang tertera jelas dalam tempo tiga hari kerja.
Namun sampai saat ini, lanjutnya, pengumuman itu sudah melebihi tempo dan tidak ada satu pun yang mengembalikan sertifikat tersebut
“Maka kami nyatakan tidak dapat digunakan kembali atau gugur sebagai bukti kepemilikan. Dan kami akan meminta pergantian atau salinan bukti kepemilikan sertifikat tersebut di atas kepada BPN,” tegasnya.
Lebih jauh ia mengatakan, apabila ditemukan ada yang mempergunakan sertifikat milik kliennya tanpa adanya persetujuan, pihaknya juga tak segan mengambil tindakan hukum baik secara pidana maupun perdata.
“Karena kita berada disini untuk penegakan hukum hak warga,” jelasnya.
Kabar ini disambut warga Desa Kalikatir dengan penuh rasa senang hati, termasuk salah satunya pemilik Graha Begawan, Ari Triyono. Warga pun mulai beramai-ramai pasang plang di tanah milik mereka dengan ukuran 6×3 meter. Bahkan sebelum memasang plang, sebagai tanda syukur warga bersama-sama membaca salawat.
Kepala Desa Kalikatir, Sumaji mengatakan pemasangan plang ini dilakukan di tanah milik warganya, di mana plang tersebut mewakili 64 bidang tanah dengan luas kurang lebih 24 hektar.
“Tanah ini memang tanah milik leluhur kami, jika memang muncul sertifikat itu berarti palsu. Karena warga tidak pernah mengurusnya dan keberadaannya pun tak diketahui juntrungannya” terang Sumaji.
Editor: Wiwit Musaadah